Meningkatkan Peran Koperasi dalam Program Hilirisasi Kelapa Sawit

Meningkatkan Peran Koperasi dalam Program Hilirisasi Kelapa Sawit

ILUSTRASI Meningkatkan Peran Koperasi dalam Program Hilirisasi Kelapa Sawit.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Para ahli memprediksi jumlah petani kelapa sawit akan bertambah. Diperkirakan, pada 2030 mereka dapat menyumbang 60 persen pembangunan perkebunan kelapa sawit. Untuk itu, diperlukan peningkatan peran koperasi kelapa sawit yang dapat memberikan kesejahteraan dan memberikan pelayanan untuk kegiatannya.

PERAN KOPERASI 

Saat ini sudah ada koperasi yang melakukan kemitraan dengan perusahaan. Sebagai mitra usaha dalam pengembangan perkebunan adalah perusahaan besar swasta, BUMN, dan BUMD yang berbadan hukum dan bergerak di bidang perkebunan yang telah memiliki izin usaha perkebunan (IUP) atau izin usaha industri yang telah dikeluarkan kementerian pertanian atau bupati, dan/atau perusahaan yang memiliki hak guna usaha atau dalam proses. 

Kemitraan usaha merupakan hubungan kerja sama usaha di antara berbagai pihak yang sinergis yang sifatnya sukarela dan dilandasi prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. 

Syarat-syarat untuk kelompok mitra, pertama, berperan sebagai plasma. Kedua, mengelola seluruh usaha budi daya sampai dengan panen. Ketiga, menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra. Keempat, memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. 

Di sisi lain, syarat-syarat perusahaan mitra adalah, pertama, berperan sebagai perusahaan inti. Kedua, menampung hasil produksi. Ketiga, membeli hasil produksi. Keempat, memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra. 

Kelima, memberikan pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi. Keenam, mempunyai usaha budi daya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan. Ketujuh, menyediakan lahan. 

Beberapa isu di lapangan, tidak semua kemitraan berjalan mulus alias ada yang bermasalah. Misalnya, kredit yang harus dibayar untuk kebutuhan sarana produksi (seperti pupuk) tidak bisa lunas dibayar saat panen karena kualitas produksi rendah, tidak memenuhi persyaratan, dan lain-lain. Terpaksa petani menunggak utang di koperasi. 

Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit, pemerintah juga mencanangkan program peremajaan sawit rakyat (PSR). Itu merupakan program untuk membantu petani kelapa sawit memperbarui perkebunan kelapa sawit yang sudah tidak produktif dan diganti dengan jenis tanaman yang berkualitas.

Itu dilakukan untuk menjaga produktivitas kelapa sawit dan keberlangsungan pendapatan petani kelapa sawit di masa depan sehingga dapat bersaing dan memberikan keuntungan. 

Program itu harus dibarengi dengan upaya koperasi memproduksi minyak merah agar mempunyai nilai tambah. Seperti dinyatakan Kementerian Koperasi dan UMKM, pemerintah berharap agar petani sawit tidak lagi sekadar menjual TBS, tetapi harus menikmati nilai tambah dari produk akhir, seperti crude palm oil (CPO) dan red palm oil (RPO).

Suatu harapan besar bagi petani dengan adanya prioritas Kementerian Koperasi untuk meningkatkan peran dan kesejahteraan petani.   

Peran koperasi sangat strategis dalam memproduksi CPO dan RPO sehingga  memberikan nilai tambah, membuka peluang kerja, dan meningkatkan kesejahteraan. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani dalam Bab V, pasal 40. 

Dinyatakan, ”Pemberdayaan petani dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola pikir dan pola kerja petani, meningkatkan usaha tani, serta menumbuhkan dan menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi”.  

Saat ini ada Forum Petani Kepala Sawit Berkelanjutan Indonesia (Fortasbi) yang dalam kegiatannya mendapatkan dukungan beberapa perusahaan dan lembaga swadaya masyarakat. Untuk itu, diharapkan program Fortasbi dapat bersinergi dengan koperasi dalam program hilirisasi Kementerian Koperasi dan UMKM. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: