Gerakan Kemanusiaan vs Realitas Politik: Refleksi atas Aksi PKS untuk Gaza

Dalam konteks global, penderitaan di Gaza sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan, dengan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. --
HARIAN DISWAY - Konflik di Palestina di Jalur Gaza sudah lama menjadi sorotan global. Penderitaan yang dialami rakyat Gaza akibat agresi dan blokade berkepanjangan memicu gelombang solidaritas kemanusiaan di berbagai belahan dunia. Di Indonesia, salah satu wujud nyata dari solidaritas tersebut adalah Aksi Simpatik “Selamatkan kemanusiaan di Gaza” yang diselenggarakan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Aksi ini membanjiri JIExpo Kemayoran dengan puluhan ribu massa pada 24 Mei 2025, bukan hanya sekadar unjuk rasa, melainkan refleksi mendalam atas persinggungan antara panggilan kemanusiaan murni dengan kompleksitas realitas politik.
Panggilan Hati Nurani: Momentum Solidaritas Kemanusiaan
Aksi PKS untuk Gaza adalah manifestasi dari panggilan hati nurani yang kuat. Dalam konteks global, penderitaan di Gaza sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan, dengan krisis kemanusiaan yang semakin memburuk. Banyaknya korban jiwa, pengungsian massal, dan keterbatasan akses terhadap kebutuhan pokok terus mengalir dan menggugah empati. Masyarakat Indonesia yang memiliki sejarah panjang terkait solidaritas terhadap perjuangan Palestina merasa terpanggil untuk tidak tinggal diam.
Penderitaan yang dialami rakyat Gaza akibat agresi dan blokade berkepanjangan memicu gelombang solidaritas kemanusiaan di berbagai belahan dunia.--
BACA JUGA: Soal Rencana Evakuasi Warga Gaza, MPR Sebut Bagian dari Persiapan Palestina Merdeka
Dari fenomena tersebut, PKS berhasil menggerakkan puluhan ribu orang dari berbagai latar belakang untuk berkumpul di JIExpo Kemayoran. Fenomena tersebut menunjukkan betapa isu kemanusiaan di Gaza mampu menyentuh sanubari banyak orang sehingga melampaui sekat-sekat ideologi atau afiliasi politik yang dimiliki.
Orasi Presiden PKS, Ahmad Syaikhu menyerukan penghentian genosida, penjajahan, dan ajakan untuk tidak diam dan terus menyuarakan keadilan. Ahmad Syaikhu menegaskan bahwa aksi ini dilandasi oleh semangat moral dan etika. "Kita hadir bukan sekadar aksi, tapi ini adalah panggilan hati nurani. Panggilan kemanusiaan. Gaza menangis. Palestina menjerit. Dan Indonesia tidak akan pernah diam!" seruan tersebut berhasil menangkap esensi dari gerakan solidaritas yang diusung oleh PKS: sebuah penolakan terhadap ketidakadilan dan penderitaan yang tidak terhingga.
Kehadiran tokoh nasional, ulama, aktivis kemanusiaan, dan perwakilan lembaga kemanusiaan semakin memperkuat legitimasi aksi ini sebagai gerakan murni kemanusiaan.
BACA JUGA: Israel Tuduh PBB Hambat Distribusi Bantuan ke Gaza di Tengah Krisis Kemanusiaan
Politik dan Kemanusiaan: Sebuah Persimpangan yang Kompleks
Meskipun digerakkan oleh semangat kemanusiaan, sebuah aksi yang dilakukan oleh partai politik tentu tidak bisa dilepaskan dari dimensi politisnya. Hal tersebut merupakan realitas yang perlu dipahami secara objektif. Partai politik, pada hakikatnya, adalah entitas yang beroperasi dalam ranah politik, dengan tujuan untuk merepresentasikan, memperjuangkan kepentingan konstituennya, dan mencapai tujuan-tujuan politik tertentu.
Dalam kasus Aksi PKS untuk Gaza, keberhasilan mengumpulkan massa dalam jumlah besar tentu juga dapat dilihat sebagai demonstrasi kekuatan politik. Bagi PKS, aksi ini bisa menjadi cara untuk menegaskan posisinya sebagai partai yang peduli terhadap isu-isu global, khususnya isu Palestina yang memiliki resonansi kuat di kalangan umat Islam di Indonesia. Hal tersebut dapat meningkatkan citra partai di mata publik dan memperkuat basis pendukungnya.
Aksi semacam ini juga memberikan platform bagi PKS untuk menyuarakan aspirasinya di tingkat nasional maupun internasional, serta menunjukkan komitmennya terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: