Uskup Mariann Edgar Budde yang Kritik Donald Trum Tak Mau Minta Maaf

Uskup Mariann Edgar Budde yang Kritik Donald Trum Tak Mau Minta Maaf

MELENGOS, Presiden Donald Trump melewati Uskup Mariann Edgar Budde menjelang kebaktian nasional di Washington National Cathedral, 21 Januari 2025.-CHIP SOMODEVILLA-GETTY IMAGES VIA AFP-

Welas asih itu, tentu sejalan dengan ajaran Kristiani yang diimani Budde. Juga Trump. Sebab, agama tersebut mengajari umatnya untuk selalu mengasihi sesama. Bahkan, pada orang-orang yang terpinggirkan atau mereka yang kurang beruntung.

Budde memandang bahwa kebijakan dengan melabeli kaum tertentu, misalnya imigran—legal atau ilegal—sebagai kriminal akan sangat membahayakan. Warga bisa bertindak semaunya sepanjang menurut mereka sejalan dengan kebijakan presiden. Pada pemerintahan pertama Trump, 2016-2020, media sosial banyak memperlihatkan persekusi kepada kaum pendatang.

Beda warna kulit saja, orang bisa langsung ditanyai oleh warga kulit putih. Si kulit berwarna akan ditanyai identitas dan dokumen keimigrasiannya. Padahal, bisa jadi warga ras lain itu benar-benar lahir di AS dan menjadi warga Negeri Paman Sam tersebut.


KHOTBAH MENYENTIL yang disampaikan Uskup Mariann Edgar Budde di Washington National Cathedral, 21 Januari 2025, membuat Presiden Donald Trump meradang.-JIM WATSON-AFP-

’’Sebagai sebuah negara dengan keberagaman yang kaya, kita perlu rasa welas asih. Perlu berbela rasa. Pelu empati,’’ tutur Budde.

Bagaimana pun, apa yang berbeda akan langsung dituding sebagai musuh oleh Trump dan pendukungnya. Budde diserang di media sosial. Dia dituding aktivis kiri dan pegiat LGBT. Bahkan, ada yang menyerukan agar Budde dideportasi dari AS. Padahal, uskup itu asli kelahiran New Jersey.

Bukan sekali ini Budde ’’berseteru’’ dengan Trump. Pada 2020, Budde mengkritik Trump yang tampil di depan Gereja Episkopal Santo Yohanes di Washington DC. Trump membawa Injil. Padahal, ketika itu, aparat federal sedang membubarkan paksa aksi damai untuk mempertanyakan kematian George Floyd, warga kulit hitam yang tewas dianiaya polisi kulit putih.

BACA JUGA:Link Siaran Langsung Pelantikan Donald Trump

BACA JUGA:Pelantikan Donald Trump Catat Sejarah sebagai yang Pertama Kalinya setelah 40 Tahun sejak Ronald Reagan

Lewat opini di New York Times, Bude mengatakan bahwa Trump menggunakan simbol agama untuk melindungi diri. Padahal, tingkah laku Trump tidak sesuai dengan ajaran Yesus. Ketika diwawancarai ABC News, ketika itu Budde juga mengatakan, ’’Kita perlu mengganti Presiden Trump.”

Keberanian Budde tentu tidak lepas dari rekam jejaknya di Gereja Episkopal Keuskupan Washington. Ia memimpin keuskupan itu sejak 2011. Sebelumnya, Budde adalah pemimpin Gereja Episkopal Santo Yohanes di Minneapolis selama 18 tahun.

Gereja Episkopal adalah gereja Protestan yang menjadi bagian dari Komuni Anglikan Dunia. Tata liturginya mirip dengan Katolik. Tetapi, mereka tidak menginduk ke Paus di Vatikan. Pemimpin keagamaannya juga diperbolehkan berkeluarga.

Nah, prinsip-prinsip gerejawi itulah yang membuat Budde berani mengkritik Trump. ’’Jadi, saya tidak akan minta maaf karena khotbah itu,’’ kata Budde yang dikutip oleh The Guardian.

’’Bukankah Tuhan mengajarkan kita untuk selalu berbelas kasih bahkan kepada orang asing. Dan ingat, kita dulu juga orang asing di negeri ini…,’’ tutur Budde. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: