Kacamata Merah Muda dan Tiga Alasan Ini Jadikan Presiden Soeharto Paling Disukai
Menurut analisis LSI Denny JA, fenomena tingginya kesukaan terhadap Soeharto bukan hanya soal nostalgia. Terdapat tiga faktor utama yang membuat publik masih menaruh simpati pada sang mantan presiden. --Istimewa
HARIAN DISWAY - Hasil survei nasional terbaru dari Lingkaran survei Indonesia (LSI) Denny JA) menunjukkan fakta menarik: Soeharto (Pak Harto) menjadi presiden Republik Indonesia yang paling disukai publik dibandingkan seluruh presiden yang sudah selesai menjabat.
Dalam survei yang dilakukan pada Oktober 2025, menggunakan metode multi-stage random sampling terhadap 1.200 responden yang tersebar di seluruh provinsi, dengan wawancara tatap muka dan margin of error ±2,9 persen.
Publik menempatkan Soeharto di posisi teratas dengan 29,0 persen tingkat kesukaan, disusul Joko Widodo (26,6 persen) dan Soekarno (15,1 persen).
BACA JUGA:vDPR Terbelah Soal Wacana Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Bonnie Ajak Cermati Fakta Sejarah
Presiden lain menempati posisi berikut: Susilo Bambang Yudhoyono (14,2 persen), Gus Dur (5,0 persen), B.J. Habibie (5,0 persen), dan Megawati Soekarnoputri (1,2 persen). Sementara 3,9 persen responden menjawab tidak tahu/tidak menjawab.
“Data ini sudah kami periksa berulang kali,” ujar Denny JA, pendiri LSI. “Semua tabulasi dan metodologi benar. Inilah hasil ilmiah yang menggambarkan persepsi emosional bangsa hari ini terhadap para presiden Indonesia.”
Denny JA kemudian mengaitkan hasil ini dengan konsep psikologis yang menarik: rosy retrospection bias — atau yang ia sebut “kacamata merah muda”.
BACA JUGA: Ansory Siregar Nilai Soeharto Layak Dikenang sebagai Pahlawan Nasional
Istilah ini diperkenalkan oleh sekelompok peneliti di University of Washington pada akhir 1990-an, yang menemukan bahwa manusia cenderung mengingat masa lalu lebih indah daripada kenyataan saat itu.
“Seiring waktu, yang pahit memudar, yang manis bertahan. Bangsa ini tampaknya juga mengenakan kacamata merah muda ketika menilai Pak Harto. Rezim otoriternya mulai terlupakan, sementara kenangan tentang keteraturan, harga yang stabil, dan pembangunan desa justru menguat,” kata Denny.
Dengan merujuk teori psikologi kognitif Daniel Kahneman, LSI menjelaskan bahwa bias ini adalah mekanisme alamiah otak yang menyaring memori negatif. Kenangan kolektif bangsa terhadap era tertentu bisa berubah seiring waktu, terlepas dari fakta sejarah yang kompleks.
Mengapa Soeharto paling disukai? Menurut analisis LSI Denny JA, fenomena tingginya kesukaan terhadap Soeharto bukan hanya soal nostalgia. Terdapat tiga faktor utama yang membuat publik masih menaruh simpati pada sang mantan presiden:
1. Ingatan Konkret dan Nyata: “Sekolah, irigasi, pasar, dan infrastruktur yang dibangun pada masa Soeharto masih dapat disentuh hingga kini. Masyarakat menilai hasil, bukan wacana,” ujar Denny.
2. Citra Paternal dan Stabilitas: Soeharto dianggap sebagai sosok ayah bangsa — tegas, protektif, dan efektif. Dalam era modern yang serba gaduh, citra kepemimpinan seperti itu menimbulkan rasa aman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: