Politik Durian

Politik Durian

ILUSTRASI Politik Durian.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Anna Lutfie memang tidak menjadikan bertanam durian sebagai agenda tunggal. Ia mengemasnya dalam konsep integrated farming –One Zone Ten Product Berbasis Desa dengan Teknologi Tepat dan Digital. Di kebunnya yang sekarang, selain durian, ada ternak ikan dan domba. Kotoran dan air ternaknya menjadi sumber pupuk.

Ia selalu tampak semangat dalam menceritakan gagasan barunya itu. Beberapa kali ia tampak sambil menangis ketika menceritakan perjuangannya untuk menjadi petani di desa dan bagiamana perlunya membuat gerakan untuk mengangkat derajat mereka. ”Sungguh, pemerintah harus hadir secara serius,” tegasnya.

Pertanian dan perkebunan seharusnya tidak sekadar menjadi program teknokratis dan birokratis pemerintah. Saatnya untuk menjadi gerakan. Tidak harus melalui pembukaan lahan baru  jutaan hektare. Tapi, cukup dengan memanfaatkan lahan pekarangan masyarakat. Hanya perlu pengorganisasian dan pengklusteran.

Dibutuhkan makin banyak orang yang punya kepedulian. Yang bisa membina dan meyakinkan mereka untuk bertani dengan cara nonkonvensional. Sekaligus menjadi offtaker alias penampung hasil perkebunan dan pertanian yang bernilai ekonomi tinggi. Kalaupun perlu ada cawe-cawe pemerintah, barangkali bisa menjadi penyedia bibit untuk warga di desa.

Kenapa harus menjadi gerakan? Biar kita tidak seperti tikus mati di lumbung beras. Biar tak menjadi bangsa yang dulunya pengekspor menjadi pengimpor. Juga, biar tak dikenal sebagai negara yang berkali-kali gagal ketika ingin berswasembada pangan. 

Tentu tak hanya menjadikan bertanam durian sebagai gerakan. Komoditas bernilai ekonomi lainnya bisa menjadi bagian dari konsep integrated farming berbasis desa dan menjadi gerakan lainnya. Sebagai terobosan lain mengatasi kemiskinan di desa dan alternatif membuka lapangan pekerjaan baru. 

Mosok gak isok, Rek! (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: