Tagar Kabur Aja Dulu dan Indonesia Gelap, Ungkapan Pesimistis atas Kondisi Negeri

ILUSTRASI Tagar Kabur Aja Dulu dan Indonesia Gelap, Ungkapan Pesimistis atas Kondisi Negeri.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Apa yang harus dilakukan untuk menjawab persoalan itu. Ada beberapa tindakan yang bisa diambil.
Pertama, pemerintah harus mempersiapkan berbagai hal yang lebih menarik di mata golongan pencari kerja. Balai latihan kerja di tiap daerah harus lebih dipersiapkan untuk menjawab tantangan global saat ini.
Calon pencari tenaga kerja RI harus dipersiapkan secara matang sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Jangan sampai pekerja migran kita mengalami hambatan, baik secara administrasi, keterampilan, hukum, maupun kemampuan bahasa. Intinya, BLK-BLK itu harus dibuat semenarik mungkin dan menarik animo para pencari kerja di daerah-daerah.
Kedua, perlu divisi khusus di Sekretariat Kabinet atau Komdigi untuk menjawab hashtag yang berpotensi memecah belah masyarakat Indonesia. Sudah sangat baik respons pemerintah dalam menjawab kedua tagar viral itu.
Pemerintah tidak bersikap reaktif, tetapi lebih akomodatif dan bijak. Sudah dipastikan kementerian yang harus menangani hal itu. Jangan sampai semua menteri berkesempatan menjawab tanpa adanya koordinasi. Tentu saja hal tersebut harus terlebih dahulu dikonsultasikan ke presiden.
Ketiga, tidak meremehkan hashtag yang viral dan beredar di masyarakat. Setiap hashtag yang muncul pasti harus dijawab pihak pemerintah. Ibarat pertanyaan seorang anak yang harus dijawab orang tuanya.
Sepahit apa pun hashtag tersebut, harus ada jawaban dari pemerintah. Tidak harus diabaikan, tidak dijawab, atau di-takedown. Kelihatannya masalah yang sepele, tetapi bisa berdampak besar bagi kondisi stabilitas politik negara.
Sekecil apa pun dinamika yang berkembang di masyarakat harus dijawab pemerintah.
Keempat, pengetahuan berkomunikasi lewat media sosial itu perlu diajarkan di sekolah kedinasan milik pemerintah. Sikap pemerintah dalam menghadapi hashtag yang beredar di masyarakat perlu diajarkan di sekolah.
Sejak dini siswa harus dibekali kemampuan yang bijak, empatik, tidak emosional, sesuai perundang-undangan mencerminkan sikap pemerintah RI kepada masyarakat. Pemerintah harus berprinsip memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Mereka adalah abdi masyarakat, sekecil apa pun tindakan mereka akan disorot masyarakat. Dikhawatirkan, jika tindakan aparat itu melenceng dari ketentuan pemerintah RI, jika viral lewat berbagai media, kredibilitas rezim yang sedang berkuasa bisa tercoreng.
Upaya memulihkan citra instansi pemerintah akan menyerap biaya yang besar dan membutuhkan stamina yang mumpuni. (*)
*) Yayan Sakti Suryandaru adalah staf pengajar Departemen Komunikasi, FISIP, Unair, Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: