Era Baru Pemberedelan Musik dan Budaya

Era Baru Pemberedelan Musik dan Budaya

ILUSTRASI Era Baru Pemberedelan Musik dan Budaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

INDONESIA tampaknya tengah memasuki babak baru dalam sejarah pembungkaman ekspresi seni dan budaya. Kasus-kasus pemberedelan terhadap karya seni yang bernuansa kritik sosial kembali marak terjadi. 

Pameran lukisan Yos Suprapto yang ditunda dan tekanan terhadap band punk Sukatani karena lagu Bayar Bayar Bayar menjadi contoh nyata bagaimana kebebasan berekspresi terus mengalami tekanan. 

Pameran lukisan Yos Suprapto ditunda dengan alasan karya-karyanya terlalu ”vulgar”. Sementara itu, band punk Sukatani dipanggil polisi karena lagu Bayar Bayar Bayar yang mengkritik pungutan liar aparat. 

Dua peristiwa itu bukan hanya soal karya yang dilarang, tetapi juga cerminan dari tren baru: pemberedelan ekspresi seni dengan wajah yang lebih halus, tetapi dampaknya tetaplah nyata. 

Fenomena tersebut tidak bisa sekadar dilihat sebagai peristiwa yang spontan muncul, tetapi sebagai pola yang mengindikasikan kecenderungan alergi rezim terhadap seni yang kritis.

PEMBUNGKAMAN HALUS DI ERA DEMOKRASI?

Jika kita kilas balik, pembungkaman seni bukan barang baru. Dari Orde Lama hingga Orde Baru, kritik dalam seni dan budaya sering dianggap ancaman. 

Tidak hilang dalam ingatan kita bagaimana Presiden Soekarno lewat manifesto politiknya terang-terangan melarang dan membungkam seniman dari kelompok Manifes Kebudayaan (Manikebu). 

Selanjutnya, giliran Presiden Soeharto yang tidak hanya membungkam, tetapi juga menghilangkan paksa karya-karya dari seniman yang dianggap ”kiri”. 

Perjuangan elemen mahasiswa bersama rakyat dalam menumbangkan kediktatoran rezim pemerintah ditandai dengan munculnya reformasi pasca 1998. 

Tentu turunnya sang diktator tersebut memberikan secercah harapan untuk kemerdekaan berpendapat serta kembalinya demokrasi nyata yang sempat dibelenggu. 

Namun, sekarang mari kita pertanyakan dan renungkan lagi, apakah amanah reformasi sudah dijalankan sebaik-baiknya?

Sungguh ironis, di masa sekarang yang mengeklaim reformasi demokrasi justru terpampang nyata pembungkaman yang makin subtil. Tidak lagi dengan larangan eksplisit, tetapi melalui regulasi yang samar, tekanan institusional, hingga swasensor yang merajalela.

Kasus Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia menghadirkan dalih ”ketidaksesuaian tema” sebagai alasan utama. Namun, kita semua tahu bahwa beberapa lukisan yang menjadi sorotan utama menampilkan kritik sosial terhadap kebijakan rezim Presiden Jokowi.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: