Peran Kejaksaan Ditekankan Dalam Pembaruan KUHAP

Peran kejaksaan lebih ditekankan dalam pembaruan KUHAP--Wikipedia
HARIAN DISWAY – Pembaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) kini mengalami kemajuan signifikan sehingga menjadi fokus perhatian banyak pihak. Proses ini bertujuan untuk menyesuaikan dengan kebutuhan hukum materil yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional serta dinamika penegakan hukum yang semakin kompleks di era modern.
Salah satu perubahan penting yang dihadirkan adalah penempatan kejaksaan sebagai pemilik perkara atau dominus litis, yang mencerminkan peran penting mereka dalam sistem peradilan. Dalam pembaruan ini, hubungan antara penuntut umum dan penyidik diatur dengan lebih rinci.
Proses penyidikan yang berlangsung saat ini mengarah pada penuntut umum dan penyidik dapat berkoordinasi dan berkonsultasi untuk menyatukan persepsi dalam penanganan dan penyelesaian perkara. Hal ini sangat penting, mengingat seringkali terjadi bolak-balik perkara yang memperlambat proses penegakan hukum.
Selain itu dengan adanya koordinasi yang lebih baik, diharapkan komunikasi antara kedua pihak akan lebih efektif, sehingga proses penyidikan dan penuntutan dapat berjalan lebih cepat dan efisien.
BACA JUGA:Kejaksaan RI Awasi Aspek Hukum dan Literasi Keuangan Pekerja Migran di Hongkong
BACA JUGA:Kejaksaan RI Peduli Bencana Banjir
Kejaksaan sebagai penuntut umum memiliki peran krusial dalam pembaruan ini. Meskipun penyidikan tindak pidana korupsi tidak disebutkan secara eksplisit dalam KUHAP yang baru, penjelasan RKUHAP menyatakan bahwa jaksa ditunjuk sebagai penyidik tertentu untuk pelanggaran hak asasi manusia berat.
Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan mengenai peran kejaksaan dalam penyidikan korupsi, mengingat jika RKUHAP disahkan, fungsi penyidikan tersebut tidak lagi dapat dijalankan oleh kejaksaan.
Pentingnya pembaruan KUHAP terletak pada kenyataan bahwa tingkat kejadian tindak pidana korupsi di Indonesia masih sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya kebutuhan mendesak agar kejaksaan tetap dapat terlibat dalam penyidikan kasus korupsi. Meskipun RKUHAP memberikan batasan bahwa penyidik utama adalah kepolisian, perlu ada ruang bagi kejaksaan untuk turut berperan.
Ruang tersebut dititik beratkan dalam sejarah panjang yang menunjukkan bahwa kejaksaan juga memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan dalam kasus tertentu, termasuk korupsi.
BACA JUGA:Kejaksaan Awasi Peraturan Daerah Melalui Nota Kesepahaman
RKUHAP saat ini sedang dalam tahap pembahasan dan diharapkan dapat disahkan dalam waktu dekat. Dalam konteks ini, kejelasan mengenai kewenangan penuntutan menjadi sangat penting. RKUHAP menyebutkan bahwa selain pejabat kejaksaan, pejabat lain juga dapat diberi kewenangan untuk melakukan penuntutan, seperti yang terjadi pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ketentuan ini tidak memberikan kejelasan yang memadai, karena secara definitif penuntut umum adalah jaksa. Oleh karena itu, perlu ditegaskan bahwa pejabat lain yang dimaksud adalah jaksa yang ditugaskan di KPK agar tidak terjadi benturan norma.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: