Reposisi Surabaya

Reposisi Surabaya

ILUSTRASI Reposisi Surabaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Kedua, transformasi ekonomi inklusif berbasis inovasi. Surabaya perlu mengurangi ketergantungan kepada sektor manufaktur tradisional dengan mengembangkan ekonomi digital, startup, dan teknologi hijau. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan ruang gerak yang lebih besar kepada generasi muda, kampus, dan ekosistem yang terus tumbuh.

Kelompok-kelompok kreatif sudah saatnya lebih memberikan ruang terbuka kepada hadrinya pemain-pemain baru. Sebab, selama ini dunia kreatif di Surabaya masih tertinggal dari kota lain justru karena sikap tertutup kelompok kreatif terhadap hadirnya kelompok-kelompok baru. Pemerintah perlu mendukung melalui penyediaan sarana dan prasarana yang berkelas.

Ketiga, kolaborasi kawasan dan diplomasi kota. Dalam era geoekonomi baru, Surabaya perlu memperkuat jejaring regionalnya –baik dengan kota-kota di Jawa Timur maupun dengan kota-kota penyangga IKN seperti Balikpapan dan Samarinda. Diplomasi kota melalui kerja sama antardaerah, sister city, dan aliansi ekonomi bisa menjadi strategi kunci.

Posisi wali kota Surabaya sebagai ketua Apeksi (Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia) menjadi sangat signifikan dalam hal ini. Kepemimpinannya dalam asosiasi antarkota di Indonesia itu tak hanya untuk hal yang terkait budaya. Tapi, juga di bidang perdagangan, jasa, dan industri kreatif.

Reposisi Surabaya bukan berarti meninggalkan jati dirinya sebagai kota dagang dan pelabuhan. Tapi, memperluas cakupan perannya menjadi aktor strategis dalam konfigurasi nasional yang baru. 

Perencanaan tata ruang yang berwawasan Nusantara, investasi pada infrastruktur cerdas, dan kebijakan yang inklusif akan menentukan keberhasilan transformasi tersebut.

Salah satu hal yang bisa mempercepat transformasi itu adalah bagaimana menarik kembali kantor pusat perusahaan besar nasional dari Jakarta ke Surabaya. Untuk hal itu, tentu tak cukup dengan infrastruktur yang ada sekarang. 

Diperlukan perencanaan dan rekayasa baru untuk penataan infrastruktur transportasi publik kota yang yang lebih tertata dan visioneristik.

Bisakah semua itu dilakukan? Pasti bisa. Jika sebelum kemerdekaan saja Surabaya telah menjadi pusat perdagangan dan jasa yang menentukan, apalagi sekarang. Apalagi, secara kultural, masyarakat Surabaya punya modal semangat, nekat, dan kerja keras yang tidak kenal menyerah.

Selamat Hari Jadi Surabaya! (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: