Bukan Mulyono Sunda

Bukan Mulyono Sunda

ILUSTRASI Bukan Mulyono Sunda.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Babinsa Inspiratif Serda Joko Mulyono, Olah Pelepah Jadi Rupiah

Terhadap pendapat Luthfil yang menganggap KDM sudah melampaui kewenangan, saya justru membantahnya dengan dua hal. Pertama, Luthfil tak menyebutkan dan tak akan bisa menyebutkan kasusnya (peristiwanya) karena memang tak ada. 

Kedua, KDM memang mengarahkan bupati/wali kota, tetapi sesuai dengan Undang-Undang tentang Otonomi Daerah Tahun 2004, arahannya itu bersifat legal dan tak melanggar prinsip otonomi daerah.

Tentang di medsos ada yang memuji KDM sekaligus mencibir Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, hal itu bukan dari KDM. Maka, tak perlu dibahas. Soal kebijakan KDM yang mengampuni para penunggak pajak kendaraan bermotor, karena mereka tak akan membayarnya. Dengan diampuni, selain membayar pajak tahun 2025, ke depan mereka dimungkinkan akan taat membayar pajak.

Berkat pengampunan pajak itu, Pemprov Jabar menjadi memiliki tambahan dana. Menurut KDM, seluruh pendapatan dari pajak kendaraan bermotor akan dikerahkan untuk membiayai perbaikan seluruh fasilitas jalan provinsi. Target pada 2027, jalan-jalan Provinsi Jabar selesai diperbaiki.

Dhimam ada benarnya ketika mengatakan bahwa dengan menggunakan medsos pribadi, KDM mengancam medmas konvensional. Artinya, di satu sisi, medmas menjadi kurang pendapatan dan kurang dimanfaatkan lagi oleh Pemprov Jabar. Namun, di pihak lain, Pemprov Jabar menjadi lebih hemat dan memiliki tambahan dana.

Seiring berkembangnya medsos, medmas konvensional beroleh pesaing yang signifikan. Namun, selain bisa memanfaatkan medsos, medmas takkan mati sebagaimana matinya bisnis telepon umum akibat telepon genggam. Kalau ingin tetap bertahan dalam pusaran zaman, perusahaan medmas konvensional harus adaptif.

Dhimam keliru ketika berujar bahwa medsos pribadi KDM akan mematikan fungsi medmas sebagai pilar keempat demokrasi. Sebab, selain banyak memberitakan hal publik dan dialog pro-kontra, medsos pribadi KDM juga dijadikan sumber berita oleh medmas, untuk membincang soal KDM. Kiwari, medmas dan medsos adalah pilar keempat demokrasi. Menurut Kurniawan (2022), medmas dan medsos adalah kekuatan penggerak sejarah.

Terakhir, meski bukan berarti tak penting, lagi-lagi Dhimam keliru kalau mengatakan bahwa KDM melakukan copy paste atas Mulyono. Silakan periksa secara objektif, KDM punya banyak perbedaan dengan Mulyono. Karena itu, tidak hanya tak wajar, tetapi juga keliru, karena KDM bukan ”Mulyono Sunda”.

Dibanding ”Mulyono Sunda”, KDM lebih cocok disebut pemimpin politik edisi revisi atau pemimpin politik kombinasi. Muncul dari daerah, populer, dan keranjingan blusukan seperti Mulyono, tetapi KDM pemikir otentik, artikulatif, solutif, dan bukan pembohong. 

Jika Mulyono membuat loyo KPK, KDM justru sebaliknya. Baru-baru ini, misalnya, KDM mendatangi dan berkonsultasi dengan KPK untuk mencegah tindak pidana korupsi pada anggaran belanja Pemprov Jabar.

Dalam memublikasikan proses rapat internal, sebagai wujud transparansi publik, KDM seperti Ahok. Dalam kesukaan berderma dan orasi berapi-api, KDM seperti Prabowo. Dalam segi orasi, KDM mirip almarhum Jalaluddin Rakhmat.

Sebagai pemikir dan pembicara yang sistematis, KDM seperti Anies Baswedan. Dalam berdemokrasi, KDM mirip SBY. Dalam menjunjung tinggi kebudayaan, KDM mirip Gus Dur. Dan, dalam mengharmoniskan keislaman dengan keindonesiaan, KDM mirip Cak Nur.

KDM bukan tanpa kesalahan dan bukan tanpa kekurangan sama sekali. Namun, dalam mengelola negara, kebaikannya masih lebih banyak dan lebih besar. Oleh sebab itu, agar kebaikan itu menguat dan menjadi arus utama, janganlah mendengki orang-orang seperti KDM. 

Dukunglah arus besar dan lipatgandakanlah semangat kebaikan yang digelorakan orang-orang seperti KDM dan lain-lain di negeri ini. Agar Indonesia lebih baik. Bukankah begitu? (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: