Gula Kakao

Gula Kakao

GUBERNUR Jawa Timur Khofifah saat memberikan sambutan di Muswil DMI Jawa Timur. Dia membanggakan capaian komoditas pertanian dan perkebunan di Jatim. Menuju swasembada pangan pun bukan lagi angan-angan.-Arif Afandi untuk Harian Disway-

BACA JUGA:Konsumsi Gula, Garam, Lemak dan Ancaman Penyakit Tidak Menular

Hasilnya sudah mulai bisa dirasakan sekarang. Kinerja industri gula di bawah perusahaan perkebunan pelat merah itu terus meningkat. Gairah petani menanam tebu juga bangkit kembali. Secara korporasi sudah menangguk untung. Penghasilan petani meningkat. Impor gula secara lambat laun bisa dikurangi.

Target swasembada gula yang dipatok pada 2028 untuk konsumsi dan 2030 untuk industri bisa makin dipastikan dengan dukungan para kepala daerah. 

Seperti yang dilakukan Gubernur Khofifah belakangan ini. Sesuatu yang harus dilakukan jika dia ingin provinsi yang dipimpinnya terus menjadi lumbung pangan nasional.


ILUSTRASI kebun tebu. Tebu adalah bahan baku utama produk gula.-istimewa-

Yang menarik, kini Gubernur Khofifah tak hanya memikirkan komoditas berskala industri. Rupanya dia juga mulai kepincut untuk menyejahterakan rakyatnya dengan optimalisasi pekarangan milik warga. Untuk menjadi lahan produktif bagi komoditas yang menjadi kebutuhan dunia.

Dia menyebut kakao alias tanaman cokelat sebagai agenda program barunya. ”Saya sudah bahas dengan dinas pertanian dan perkebunan. Saya ingin pemerintah menyediakan benih kakao untuk ditanam rakyat di pekarangannya. Juga, dipersiapkan offtaker-nya,” kata dia.

Kakao adalah tanaman yang tumbuh baik di daerah khatulistiwa. Nusantara pernah menjadi pemasok kakao untuk kebututuhan dunia dalam sejarah. Hanya, sejarah capaian itu tak berkelanjutan. Apakah agenda Gubernur Khofifah itu bisa mengembalikannya?

Masih perlu dilihat realisasi program tersebut. Yang pasti, pikiran mengoptimalkan pekarangan untuk komoditas dengan market global adalah ide brilian. Sebab, dampaknya akan langsung bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Tentu akan lebih baik lagi kalau pemerintah membuat masterplan kluster komoditas pertanian dan perkebunan rakyat. Artinya, selain perubahan paradigma, diperlukan perubahan ekosistemnya. Memikirkan offtaker dari awal salah satunya. Juga, infrastuktur pendukung lainnya.

Dengan masterplan berbasis kluster komoditas, bisa memungkinkan Jawa Timur yang begitu luas ini menjadi pusat-pusat unggulan. Ada daerah dengan unggulan durian, alpukat, kakao, dan seterusnya. Kluster tersebut disusun dengan memperhitungkan potensi pasar masing-masing.

Rasanya sudah saatnya negara hadir lebih serius soal pangan dan komoditas pendukungnya. Bukan hanya untuk memenuhi ketahanan pangan nasional yang selama ini masih menjadi ancaman. Tetapi, juga sebagai salah satu instrumen meningkatkan penghasilan rakyat.

Sudah cukup lama kita abai dengan perlindungan petani dan ekosistem pertanian. Negara berperan penting dalam memberikan perlindungan, subsidi, dan insentif kepada petani agar produksi dalam negeri berkelanjutan dan menguntungkan. Tanpa dukungan negara, sektor pertanian rentan terhadap eksploitasi pasar.

Perlu ditingkatkan koordinasi lintas sektor dan investasi jangka panjang ketahanan pangan. Perlu kebijakan terpadu lintas bidang: pertanian, infrastruktur, perdagangan, dan lingkungan. Negara sebagai pemegang otoritas memiliki kapasitas untuk merancang, mengarahkan, dan mengeksekusi kebijakan jangka panjang secara konsisten.

Ayo, Bu Khof, dimulai dari Jawa Timur! Berangkat dari gula dan kakao. Juga, beras tentunya. Lalu, berkembang ke komoditas lain dengan pelibatan petani sebanyak-banyaknya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: