Haul Bung Karno ke-55 Dibuka Dengan Tembang-Tembang Campursari

(Dari kiri) Walikota Surabaya Eri Cahyadi, Walikota Blitar Syauqul Muhibbin dan Ganjar Pranowo saat di Gala Senja Mustika Rasa. -Moch Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY
BLITAR, HARIAN DISWAY - Senja belum habis saat alunan campursari mulai merasuk dari halaman Istana Gebang, Kota BLITAR, Kamis 20 Juni 2025. Kursi-kursi terisi, sebagian penuh oleh kader PDI Perjuangan.
Di barisan depan, dua nama mencolok: Ganjar Pranowo dan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Mereka duduk berdampingan, menyimak tembang yang mengalun lirih namun tajam ke relung rasa.
Itulah pemandangan dari gelaran Gala Senja Mustika Rasa, bagian dari rangkaian Haul Akbar Bung Karno ke-55. Sebuah peringatan yang lebih dari sekadar mengenang. Tapi juga memupuk kebudayaan.
Alunan lagu Pujaningsih menggema, dibawakan oleh sinden yang turun langsung menghampiri Ganjar dan Eri. Ganjar sendiri yang memintanya. Tembang dilanjutkan dengan Perahu Layar. Mereka larut dalam irama. Kepala bergoyang pelan, kaki mengayun mengikuti nada.
BACA JUGA:Blitar Siapkan 5.000 Tumpeng untuk Haul ke-55 Bung Karno
BACA JUGA:5.000 Tumpeng untuk Haul Bung Karno ke-55
Pembagian buku di Gala Senja Mustika Rasa oleh Universitas Bung Karno. -Moch Sahirol Layeli-HARIAN DISWAY
Bukan hanya nostalgia yang disuguhkan malam itu. Ada warisan yang coba dihidupkan kembali. Campursari, sebagai salah satu bentuk seni lokal, menjadi penanda betapa kebudayaan masih hidup di hati mereka yang mau merawat.
Tak sedikit penonton ikut hanyut. Beberapa berdiri dan bergoyang mengikuti irama. Lagu-lagu jawa, yang selama ini hanya berkumandang di radio pedesaan atau panggung-panggung hajatan, malam itu menggema di tempat lahirnya sang proklamator.
Acara juga diselipi momen intelektual. Universitas Bung Karno dari Jakarta memberikan buku kepada Ganjar, Eri, dan Wali Kota Blitar. Buku itu disebut sebagai upaya pelurusan sejarah Bung Karno. Tanpa banyak seremoni, buku itu diserahkan, diterima dengan senyum, dan dipeluk sejenak oleh para penerima.
Penutupan dilakukan dengan tembang Sopomuni. Senja yang tadi mulai menggelap seolah menemukan cahaya baru dari irama-irama tradisi. Bukan hanya haul. Tapi juga ikhtiar menjaga identitas.
BACA JUGA:Said Abdullah: Belajar Nasionalisme dari Soekarno
BACA JUGA:Rumah Kelahiran Bung Karno dan Perjuangan Meluruskan Sejarah: Soekarno Arek Suroboyo!
"Terutama memaknai semangat berjuang Bung Karno yang akan diterapkan di kota saya," ucap Eri Cahyadi. Ganjar juga punya visi yang sama. Menurutnya dengan ada kegiatan Haul Akbar tersebut, merupakan ajang silahturahmi antara masyarakat dan pemerintah.
"Kalau diadakan setiap tahun, acara seperti ini selain mempererat hubungan antar masyarakat dan pemerintah juga mampu mengingatkan kembali lewat sejarah perjuangan Soekarno," ujar Ganjar.
Bahkan haul tersebut juga melibatkan masyarakat seperti mengajak kenduri masyarakat. "Lewat ambeng atau tumpeng menjadi simbol dari rasa syukur masyarakat bahwa Tuhan memberikan seorang ideolog yang membangun Indonesia," ucap Walikota Blitar Syauqul Muhibbin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: