Serangan AS ke Iran: Taruhan Trump pada Kekuatan Militer dan Akhir Diplomasi

Serangan AS ke Iran: Taruhan Trump pada Kekuatan Militer dan Akhir Diplomasi

DUA BALIHO dukungan untuk Donald Trump di tel Aviv, Israel. Foto atas, 18 Juni 2025, bertuliskan: Tuan Presiden, selesaikan tugasmu. Foto bawah, 22 Juni 2025, bertuliskan: Terima Kasih, Tuan Presiden.-GIL COHEN-MAGEN & AHMAD GARABLI-AFP-

"Faktanya, pemerintahan AS tidak terburu-buru menuju perang. Mereka telah memberi kesempatan untuk berdiplomasi," cetus Ted Deutch, mantan anggota Kongres dari Partai Demokrat yang kini memimpin Komite Yahudi Amerika. ’’Tapi, rezim Iran yang kejam menolak untuk membuat kesepakatan," narasi Deutch.

Senator Republik John Thune juga menuding Teheran sebagai pihak yang menolak jalur damai. "Iran telah menolak semua jalan diplomatik menuju perdamaian," katanya. Ia merujuk pada ancaman tanpa henti Iran terhadap Israel. Juga retorika anti-AS dari pemimpin Iran.

BACA JUGA:AS Bom Situs Nuklir Iran, Akankah Awan Radioaktif Mencemari Timur Tengah?

BACA JUGA:Netanyahu Puji Trump Atas Serangan ke Iran: Janji Menghancurkan Nuklir Iran Telah Terpenuhi

Serangan AS terjadi hampir tepat satu dekade setelah Presiden Barack Obama menandatangani kesepakatan nuklir. Perjanjian itu membuat Iran membatasi aktivitas nuklirnya secara drastis. 

Kesepakatan itu dicabut Trump pada 2018. Kala itu, ia baru di awal masa jabatan pertamanya. Dengan dukungan dari Partai Republik dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, Trump menganggap perjanjian itu tidak cukup mengekang ambisi nuklir Iran.

Padahal, sebulan silam, Trump sempat menebar angin surga. Ia berharap ada kesepakatan baru dengan Iran. Pernyataannya dicetuskan saat mengunjungi negara-negara Teluk, 13-16 Mei 2025.

Pemerintahannya bahkan bersiap menggelar perundingan. Tetapi, serangan Israel terhadap Iran mengubah arah diplomasi secara mendadak.

BACA JUGA:Amerika Serikat Serang Situs Nuklir Iran, Donald Trump Langsung Minta Damai

BACA JUGA:Perang Iran-Israel, Tanda Bahaya dari Timur Tengah

"Keputusan Trump untuk mengakhiri upaya diplomasinya justru mempersulit upaya kesepakatan jangka menengah dan panjang," jelas Jennifer Kavanagh, Direktur Analisis Militer di Defense Priorities. Katanya, Iran tidak lagi punya alasan memercayai Trump. Seandainya ada perundingan pun, Iran tak yakin mereka diuntungkan.

Sementara itu, para pemimpin agama di Iran juga menghadapi tantangan internal. Protes besar terjadi pada 2022 setelah kematian Mahsa Amini di tahanan polisi moral. Artinya, ada ketegangan di dalam negeri yang bisa meledak sewaktu-waktu.

Karim Sadjadpour, peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace, menyatakan bahwa serangan Trump bisa mengarah pada dua arah ekstrem. "Serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran adalah peristiwa tanpa preseden yang bisa menjadi titik balik. Tntah memperkuat rezim Islam Iran atau mempercepat kejatuhannya," tukas Sadjadpour.

"Dampaknya akan dirasakan selama beberapa dekade ke depan," tambahnya.

BACA JUGA:AS Kirim Armada Tempur ke Dekat Iran, Dunia Islam Bungkam, Bisa Picu Tragedi Global

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: