Perempuan, Tubuh, dan Beban Emosional: Siapa yang Menjaga Mereka?

Multitasking pun kerap menjadi kemampuan wajib yang dimiliki perempuan. -konde-konde.co
Sayangnya, kesehatan mental perempuan sering tidak dianggap serius. -jasmina007-iStock
Fenomena ini bukan hanya pengalaman individual. Menurut American Psychological Association (APA), istilah emotional labor merujuk pada pekerjaan emosional yang tak dibayar, termasuk menenangkan orang lain, menjaga kestabilan suasana hati, hingga memendam perasaan pribadi demi kenyamanan orang sekitar.
Di masyarakat patriarkal, perempuan memikul beban ini jauh lebih besar. Kondisi ini berdampak jangka panjang. Perempuan yang terus menekan emosinya cenderung mengalami burnout, gangguan kecemasan, hingga depresi.
BACA JUGA: Ketimpangan Perlindungan Perempuan dan Pentingnya Edukasi Anak Laki-laki
Sayangnya, kesehatan mental perempuan sering tidak dianggap serius. Mereka dituding “terlalu sensitif” atau “berlebihan” ketika menyuarakan keresahan. Padahal, validasi adalah langkah awal menuju pemulihan.
Lalu, bagaimana seharusnya kita bersikap? Tidak cukup hanya mendorong perempuan untuk kuat. Kita perlu menciptakan ruang agar mereka bisa rapuh tanpa rasa takut. Pendidikan emosional seharusnya tidak dibebankan secara timpang. Semua gender harus diajarkan mengenali, mengelola, dan mengekspresikan emosi secara sehat. (*)
*) Mahasiswa magang dari Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Terbuka Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: