Pesan Tersirat di Balik Gaung Melawan Serakahnomics

Pesan Tersirat di Balik Gaung Melawan Serakahnomics

ILUSTRASI Pesan Tersirat di Balik Gaung Melawan Serakahnomics.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Sebagaimana program efisiensi anggaran yang tengah digeber pemerintah, Prabowo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. 

Penghematan dilakukan karena kabinet pemerintahan ini memang sedang membutuhkan bujet superjumbo untuk menjalankan sejumlah programnya. 

Anggaran yang dipangkas akan digunakan untuk program pemerintah seperti makan bergizi gratis, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, sampai dengan penghematan devisa. 

Penghematan yang ditekankan Prabowo tergolong sangat banyak, yakni mencapai Rp 306 triliun. Pemangkasan anggaran secara nasional hingga mencapai kurang lebih Rp 306,69 triliun, penghematan tersebut menyasar beberapa target pengetatan pada kementerian dan lembaga (K/L) sebesar Rp 256,1 triliun dan transfer ke pemerintah daerah sebesar Rp 50,59 triliun.

Pada fase itu, desain anggaran telah menyiratkan sebuah energi besar bangsa ini untuk diarahkan menuju pertumbuhan ekonomi 8 persen. 

Ironisnya, di saat energi dan segala sumber daya bangsa ini terforsir demi menggapai target pertumbuhan yang dipatok, meletus aksi kejahatan korporasi yang merugikan negara ratusan triliun, bahkan ribuan triliun, yang dilakukan oknum-oknum pemegang amanah rasanya sungguh menyesakkan dada. 

PEMERATAAN KESEJAHTERAAN 

Dalam pidatonya, presiden telah menyinggung beberapa kali bahwa para pelaku serakahnomics itu ibarat ”vampir-vampir ekonomi” yang mengisap darah rakyat dengan cara memanipulasi harga, eksploitasi pasar, penguasaan rantai pasok ke dalam jaringan kartel, dan pengingkaran terhadap amanah sosial dan merampok kesejahteraan masyarakat kurang sejahtera.

Ekonom pemenang nobel Daron Acemoglu dan James Robinson dalam karyanya, Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty, menegaskan bahwa kemakmuran suatu negara bergantung pada lembaga politik dan ekonominya. 

Negara akan gagal apabila institusi yang berlaku hanya menguntungkan segelintir elite dan menindas partisipasi serta inovasi masyarakat secara luas. Solusinya bukan sekadar bantuan atau pertumbuhan ekonomi sementara, melainkan reformasi institusional yang mendalam dan inklusif. 

Kegagalan institusi bernama negara untuk membangun fondasi kemakmuran melalui distribusi pemerataan kekayaan akan membawa konsekuensi tersendatnya pertumbuhan ekonomi. 

Bahkan, dalam kondisi ekstrem, akan memunculkan ketimpangan kesejahteraan akibat pemusatan pertumbuhan ekonomi pada kelompok tertentu.

Sulit untuk dielakkan bahwa di aspek penguasaan ekonomi saat ini sangat disadari ada disparitas yang amat mencolok. Penguasaan sumber daya ekonomi (dan politik) yang tumpang tindih dan berlarut hingga saat ini dipicu karena kelompok oligarki memiliki immunity to change (Hadiz, 2013, Robison, 2004). 

Majalah The Economist 2023 memaparkan sebuah laporan yang dirangkum dalam The Crony Capitalism Index yang secara berkala yang pada 2023 merilis hasil investigasi perburuan rente (rent-seeking) yang terjadi di Indonesia. 

Terungkap, praktik-praktik kronisme dalam perburuan rente membuat ekonomi Indonesia berjalan tidak efisien dan bersirkulasi pada kelompok tertentu yang itu-itu saja. Distribusi pendapatan negara dinikmati 20 persen kelompok masyarakat terkaya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: