Budi Pradono, Artsubs 2025, dan Perjalanan ke Surabaya

ILUSTRASI Budi Pradono, Artsubs 2025, dan Perjalanan ke Surabaya.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Hysteria yang megusung ultah ke-20 semestinya punya ruang ”bergerak lebih bebas” dengan menimbang kelompok itu sebuah ekspresi kolektif, bukan individual yang tentunya apresian seni diberi kesempatan membaca lebih leluasa jika objek seni tak terlalu berdekatan.
PERJALANAN SEJARAH SENI SURABAYA
Saat sama, penulis juga mengunjungi Biennale Drawing Aksera 2024, yang menampilkan sejumlah 115 seniman dengan pameran-pameran di lebih dari satu tempat. Hajatan seperti itu, ini alangkah menggigitnya, jika tentang sejarah dan dokumentasi serta peran para pelopor seni kontemporer Surabaya dan generasi termutakhir penerusnya mendapat sebuah zona tersendiri di Artsubs.
Penulis juga menyaksikan sebuah pameran tersendiri, yang benar-benar mengeksplorasi bagaimana wacana tentang murni transaksional adalah motor utama ekonomi para pelukis.
Yang dihelat di sebuah hall khusus, dan ini juga selayaknya ditimbang oleh direktur artistik dan kurator Artsubs di masa depan bahwa zona tersendiri yang layak dibangun dan direalasikan sebagai satu integrasi dari mana asal-muasal, mengapa dan akan ke mana seni rupa Surabaya yang mempertemukan ikhtiar wacana dan pasar secara setara?
Jelajah Garis Waktu dari gelaran seni gambar yang dipertontonkan dalam Biennale Drawing 2024 serta Perjalanan karya Budi Pradono dan Farhan Siki adalah pertemuan makna dalam konteks besar mencari sesungguhnya lorong-lorong ruang dan waktu seni Surabaya dan Jawa Timur sebagai salah satu kutub seni kontemporer Indonesia yang sedang menggeliat, tiga tahun ini usai Covid-19.
Artsubs 2025 adalah sebuah harapan, dari cermin gelaran 2024 yang mungkin di sejumlah tempat dan konteksnya ”retak”. Namun, ia memberikan optimisme, hajatan anyar yang berambisi memberi jeda di kota ”industri dan perdagangan” seperti Surabaya dan lokasi baru di Balai Pemuda Surabaya ketimbang Pos Bloc Surabaya, yang kini direlasikan dengan topik utama pameran.
Sementara kita tahu semua, ”lorong-lorong gelap” menghantui negeri ini di sejumlah lapis kehidupan politik dan ekonomi.
Yang mungkin, seni rupa memberikan secercah cahaya, seniman-seniman ”memeluk dan menyetubuhi” ibu ekspresi-ekspresi yang personal pun kolektif untuk mencerahkan fenomena mengenaskan tersebut. (*)
*) Bambang Asrini Widjanarko adalah penulis seni.-istimewa-
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: