Bumi memang untuk Manusia
Ilustrasi: Reza-Harian Disway--
BEBERAPA waktu yang lalu kita dikejutkan dengan pidato Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. Pada saat berbicara mengenai perubahan iklim, ia mengatakan bahwa Jakarta adalah salah satu kota yang akan tenggelam dalam 10 tahun ke depan. Kita seakan jadi baru tersadar. Biasa-lah, kalau yang berbicara negara barat, kita baru nyimak.
Yang perlu kita disadari, ramalan itu mungkin saja terjadi. Dan kondisi seperti itu tidak hanya mengancam Jakarta dan Indonesia, tetapi seluruh dunia.
Beberapa waktu yang lalu juga terdapat aksi demonstrasi besar-besaran para ilmuwan—di antaranya di Los Angeles, AS, yang menyerukan pemerintah dan dunia usaha untuk lebih peka tentang dampak perubahan iklim serta pemanasan global yang diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang belum menampakkan pengurangan yang signifikan.
Laporan IPCC (Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim PBB) terbaru di antaranya menyebutkan bahwa pada KTT iklim PBB tahun 2021 di Glasgow para pemimpin dunia sudah berkomitmen untuk berada pada jalur yang akan menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat celsius pada tingkat praindustri. Namun, dengan tingkat emisi saat ini, beberapa ilmuwan mengatakan kita mendekati jalur yang akan menyebabkan kenaikan 3 derajat celsius pada akhir abad ini.
Kondisi itu meningkatkan risiko kepunahan sepuluh kali lipat untuk keanekaragaman hayati. Kondisi tersebut juga menghilangkan banyak kemungkinan adaptasi yang saat ini masih terbuka bagi manusia. Pencairan gletser di kutub dan lapisan es dunia mendorong kenaikan permukaan laut. Itu mengancam komunitas pesisir pantai. Itulah yang membuat para ilmuwan sampai berdemonstrasi
Di satu sisi, para miliarder dunia barat seperti Richard Branson, Jeff Bezos, dan Elon Musk seakan berlomba mengeluarkan triliunan dolar AS untuk membuat pesawat ruang angkasa. Mereka pun berhasil membawa awak menuju ruang angkasa.
Dalam film dokumenter tentangnya, Return to Space, Elon Musk menyampaikan “kata-kata bijak” : Earth is the cradle of humanity, but you can’t stay in the cradle forever it’ s time to go forth be out there among the stars expand the scope and scale of human consciousness. Bumi adalah tempat buaian umat manusia, tapi kita tidak bisa selamanya di sana. Sudah waktunya kita bergerak maju berada di antara bintang-bintang memperluas jangkauan dan kesadaran manusia).
Kalimat itu memang melambangkan ambisi Elon Musk dan para miliarder lainnya. Bahwa suatu saat mereka meninggalkan bumi dan mengolonisasi planet-planet lain. Langkah pertama mereka adalah menuju Mars dengan teknologi tinggi dan biaya besar.
Petualangan luar angkasa menjadi prestisius, mendatangkan popularitas, sehingga banyak yang berlomba untuk melakukannya.
Lalu apakah itu berarti bumi akan kita tinggalkan? Saya tidak anti terhadap petualangan angkasa. Misi luar angkasa memang sebaiknya bertujuan mendapatkan pengetahuan untuk diterapkan di bumi, untuk kesejahteraan manusia di bumi, bukan untuk mencari tempat tinggal baru.
Maka upaya penyelamatan bumi harus benar-benar digencarkan. Harus didukung semua pihak. Bukan hanya pemerintah. Tetapi juga sektor swasta dan para pemilik modal. Sebab, pemerintah bisa jadi tidak punya cukup modal.
Bagaimana jika usaha itu gagal? Berdasar fakta di atas, tampaknya, skenario penyelamatan bumi akan sedikit melenceng. Sehingga, tidak bisa tidak, kita harus siap menghadapi kenyataan bahwa dalam beberapa dekade ke depan, sebagian daratan akan terendam air.
Maka, kita harus punya Plan B, rencana alternatif, untuk menghadapi kondisi terburuk itu. Kolonisasi planet lain masih butuh waktu lama. Sedangkan masalah di bumi sudah di ambang pintu.
Padahal, jawaban untuk itu ada di kitab suci masing-masing agama. Dalam Al Quran, ada surat Al-Anbiyaa ayat 30, menyebutkan tentang pembentukan alam semesta. “… langit dan bumi dahulu menyatu kemudian Kami (Allah) pisahkan antar keduanya…” Padahal, Big Bang Theory, yang menyerupai konsep ayat tersebut baru dikenalkan pada 1922 oleh ilmuwan Rusia Alexander Friedmann. Ayat tersebut menyatakan bahwa bumi dan langit/alam semesta setara. Sehingga untuk manusia, bumi inilah jatah kita.
Lalu, bagaimana rencana alternatif itu? Indonesia sudah mau memindahkan ibu kotanya di Kalimantan. Di daratan yang mungkin nanti paling akhir tenggelam, sih. Tapi apa iya tidak mempersiapkan kemungkinan tenggelamnya Jakarta dan daerah lain?
Kita selalu khawatir bahwa daratan tempat tinggal manusia sudah terlalu padat. Padahal, sebagian besar permukaan bumi adalah laut. Maka hidup di air dan bersama air kiranya merupakan alternatif yang harus dirancang. Selain itu, perlu juga dirancang skenario menghadapi kenaikan suhu dan perubahan iklim yang dahsyat.
Kalau ada teknologi membuat permukiman di Mars, tentu relatif lebih mudah untuk membuatnya di bumi. Meski di planet ini ada perubahan iklim dahsyat, kondisinya belum akan sedahsyat Mars dalam waktu dekat ini.
Petualangan ruang angkasa tentu baik dan harus didukung. Tapi, sebaiknya hasilnya bisa diterapkan di bumi, rumah untuk umat manusia ini.
Kita mengharapkan banyak miliarder yang tertarik mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan itu. Mereka bisa bereksperimen dan mengucurkan dana besar untuk Plan B tersebut. Mungkin sekarang sudah ada beberapa yang melakukan. Tetapi, publikasinya belum sedahsyat eksplorasi ruang angkasa.
Jika memang ada transformasi kehidupan manusia dari kondisi terkini ke situasi pasca perubahan iklim, itulah transformasi yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Bisa jadi, kehidupan manusia lebih banyak berada di atas air. Daratan yang tersisa menjadi hanya sebagai tempat bercocok tanam. Atau mungkin, … tempat wisata.
Ini bukan berarti kita putus asa terhadap upaya penyelamatan bumi. Tetapi, bukankah kita harus melakukan apa pun agar umat manusia bisa hidup di bumi. Sehingga kita bisa berkata ke Elon Musk: Earth is the cradle of humanity, and we love to live in it forever and ever, whatever it takes we will survive and live happily ever after in here. (*)
*) Teguh Riyanto adalah pengamat masalah arsitektur, perencanaan kawasan, dan lingkungan hidup
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: