Jawa Timur Targetkan Perhutanan Sosial Bertambah 2.500 Hektare Tahun ini

Jawa Timur Targetkan Perhutanan Sosial Bertambah 2.500 Hektare Tahun ini

Kawasan Hutan Lokoran di Kabupaten Mojokerto (ilustrasi)-Edi Susilo Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Pemerintah Provinsi Jawa Timur berencana memperluas perhutanan sosial hingga 2.500 hektare tahun ini. Itu dikatakan oleh Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Jawa Timur Jumadi, Rabu, 13 Agustus 2025.

Jumadi juga mengatakan, tahun ini sebenarnya target perluasan perhutanan sosial mencapai 5.000 hektar. Pemprov sudah melaporkan penambahan itu ke Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan. Termasuk penurunan target.

Namun, lantaran terganjal efisiensi yang tercantum dalam Perpres Nomor 1 Tahun 2025, keinginan tersebut harus disesuaikan menjadi separonya, 2.500 hektar. "Karena berdampak pada koreksi APBD Jawa Timur sehingga anggarannya mengalami penyesuaian," katanya. 

Ada lima daerah yang dibidik untuk perluasan perhutanan sosial. Dishut Jatim telah berkomunasi intensif dengan Kabupaten Bondowoso. Komunikasi dengan Bupati telah dilakukan khususnya dalam proses fasilitasi akses legal perhutanan sosial.

BACA JUGA:Pertamina Dorong Kemandirian Energi Desa Lewat Program Perhutanan Sosial di Lombok

"Selain itu, kami juga menyasar empat kabupaten di Pulau Madura," katanya. Sebab, di pulau garam itu, semuanya belum dapat persetujuan untuk mendapatkan akses legal pengelolaan perhutanan sosial. "Kami ingin menyakinkan ke berbagai pihak bahwa perhutanan sosial ini mempunyai manfaat," katanya. 

Jumadi menjabarkan, saat ini minat masyarakat pada perhutanan sosial di Jatim cukup tinggi. Sudah ada 24 kabupaten kota di Jatim yang memiliki perhutanan sosial yang dilegalkan oleh Kementerian Kehutanan. 

Luas total perhutanan Jatim saat ini adalah 197.786 hektare. Sementara penerima manfaat dari proyek memaksimal potensi perhutanan itu mencapai 146.894 KK. "Ada 435 SK yang dikeluarkan untuk perhutanan sosial di seluruh Jatim saat ini," paparnya.

Jumadi mengatakan, langkah pemerintah membuka perhutanan sosial sangat tepat. Mengingat program itu langsung berdampak pada masyarakat sebagai pengelola. 

Dia mencontohkan soal kebebasan penanaman. Kawasan hutan sosial yang telah mendapat persetujuan bisa dikelola masyarakat secara mandiri. "Mereka bisa memilih menanam tanaman hutan atau tamanan pertanian yang mereka budidayakan," katanya.

Sseluruh hasil panennya menjadi milik petani pengelola. Tidak perlu sharing dengan perum Perhutani pada saat area tersebut belum ditetapkan menjadi Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK). (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: