Kesaksian Hamka atas A.R. Baswedan: Sejarah yang Tercecer

ILUSTRASI Kesaksian Hamka atas A.R. Baswedan: Sejarah yang Tercecer.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dalam suratnya itu Hamka menyampaikan apa adanya. Mengurai peran keturunan Arab di Indonesia dengan pernak-perniknya yang mengagumkan.
Hamka bicara terus terang dalam surat yang kental dengan sejarah itu sampai hal sekecilnya, tapi punya makna sosiologis tidak kecil. Misalnya, satu aspek yang dilihatnya, dan itu tentang songkok yang dipakai orang-orang Arab masa itu.
Katanya, Arab singkek (wulaiti) dan yang keturunannya (muwalad) itu bisa tergambar dari ”songkok” kepala yang mereka pakai. Songkok khas Irak hanya dipakai wulaiti, sedangkan yang muwalad sudah memakai songkok khas Indonesia.
Sebelumnya mereka itu memakai songkok jenis yang sama. Tambahnya, perubahan pada muwalad itu bukan hanya pada penutup kepala yang dipakai, melainkan juga ”perubahan isi otak yang terletak dalam kepala!”
Dalam suratnya itu pula, Hamka menyebut nama-nama pahlawan masa lalu, yang juga keturunan Arab. Disebutlah Fatahillah atau Syarif Hidayatullah, disebut pula Sunan Gunung Jati, penyebar Islam di Jawa Barat.
Dialah yang membendung serangan orang-orang Portugis yang nyaris masuk ke tanah Jawa. Dikenal pula sebagai pendiri Kerajaan Banten dan Cirebon, penakluk Galuh dan Pakuan. Pembuka pertama Sunda Kelapa, yang kemudian menukar namanya dengan Jayakarta. Dialah orang Aceh dari Pasai, peranakan bangsa Syarif dari Hijaz.
Disebut pula beberapa nama lainnya, yang punya sejarah bagi embrio lahirnya bangsa Indonesia, yang dalam kesaksian Hamka disebutnya sebagai peranakan Arab, yang lalu terintegral lebur pada wilayah di mana ia bertempat tinggal.
Saudara Baswedan, demikian lanjutnya:
Saya masih ingat, engkau hantarkan saya sampai ke Pekalongan. P.A.I di sana menyambut saya dengan satu rapat khusus. Di waktu itu engkau ulang lagi menguraikan cita-cita P.A.I sehingga faham betul.
Kesan saya ketika telah berpisah ialah bahwa saudara memberontak melawan dua penghambat. Penghambat pertama ialah ”chauvenisme” kebangsaan Indonesia yang telah dididik bertahun-tahun meng-asing-kan orang Arab!
Penghambat kedua ialah kebekuan peranakan Arab sendiri yang dinina-bobokan oleh ajaran datuk nenek negerinya bukan di sini, tetapi di Arab, jangan campur dengan anak negeri, karena itu menurunkan derajat kita, sebagai bangsa istimewa, sebangsa dengan Nabi!
Maka, muncul ungkapan yang berbentuk ajakan dari A.R. Baswedan kala itu, yang juga disebut dalam surat Hamka itu, ”… sebab itu jalan selamat bagimu, di hari depanmu ialah leburkan diri ke dalam bangsa ibumu. Tanah airmu ialah Indonesia!”
Berontak bukan saja kepada perasaan ”tinggi setingkat” lalu isolasi, tetapi berontak juga kepada rasa kebangsaan, atau nasionalisme Indonesia yang baru saja tumbuh, baru saja dikobar-kobarkan, yang orang Belanda turut menanamkannya. Yaitu bahwa orang Arab ialah orang asing! Malahan sampai kepada agama Islam itu adalah agama asing, sebab dia agama orang Arab yang asing itu!
Sedang ditanamkan didikan kepada anak negeri membenci orang Arab. Di saat itu engkau jelaskan sikap: ”Kami adalah bangsa Indonesia!”
Kami pun mencintai tanah air kami, walaupun orang berusaha menyisihkan kami!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: