Melongok Indonesia Gemah Ripah Loh Jinawi dari Jendela Bumi Majapahit

ILUSTRASI Melongok Indonesia Gemah Ripah Loh Jinawi dari Jendela Bumi Majapahit-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
PADA PIDATO pelantikannya sebagai presiden ketujuh RI, 20 Oktober 2024, di gedung MPR/DPR Senayan, Jakarta, Prabowo Subianto sempat menyitir falsafah Jawa yang menggambarkan kehidupan sebuah bangsa yang makmur dan sejahtera.
”Gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo” adalah sebuah ungkapan bernuansa visi dan tekad kuat yang menjadi motivasi bagi rakyat Jawa dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Pada pelbagai teks lirik tembang Jawa yang lazim dikumandangkan para seniman, makna gemah ripah dideskripsikan sebagai keadaan tanah yang subur dan menghasilkan berkah panen pertanian yang melimpah.
BACA JUGA:Rumah Gemah Ripah dan Upaya Menumbuhkan Budaya Apresiasi
BACA JUGA:Sinopsis Film Hutang Nyawa, Misteri Kelam di Balik Pabrik Batik Gemah Ripah
Loh jinawi disimbolkan sebagai wujud kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, yang mendukung kehidupan yang berkecukupan dalam hal sandang, pangan, dan papan.
Toto tentrem dimaknai sebagai keadaan masyarakat yang tenteram dan damai, adil dan damai, hidup rukun sentosa, serta harmonis. Kerto raharjo, menggapai keberhasilan dan kemakmuran yang dapat dinikmati semua warganya.
Falsafah Jawa yang mengandung makna kemakmuran tersebut dapat ditelusuri pada catatan prasasti yang ditemukan di Astana Gede Kawali, Ciamis, Jawa Barat, terdapat dua baris nasihat dari Prabu Wastu Kencana sebagai raja Sunda-Galuh yang beraksara tahun 1382 Masehi atau dikenal sebagai Prabu Siliwangi Ke-2, berbunyi, ”Pakeun heubeul jaya dibuana, pake gawe kreta bener, pake gawe kreta raharja, nutinggal dibumi atis ulah botoh bisi koboro”.
Nasihat yang terukir dalam prasasti itu memiliki makna filosofis yang amat dalam. ”Bila ingin jaya bernegara, harus mampu membangun kekuatan dengan kedamaian, membangun kekuatan dengan kerendahan hati dan siapa pun yang tinggal di wilayah ini jangan serakah karena hanya akan mengakibatkan celaka.”
Tak hanya itu, Prabowo juga mengutip kalimat berbahasa Arab, ”Baldatun thayyibatun wa rabbun ghofur”, yang berarti negeri yang baik dan diampuni Tuhan Yang Maha Pemaaf. Istilah itu, yang diambil dari Al-Qur’an surah Saba ayat 15, menekankan pentingnya kebaikan alam dan perilaku penduduk dalam membangun sebuah negara yang sejahtera.
Selaras dengan visi bangsa ini ke depan, masyarakat Indonesia mempunyai harapan yang sama. Yaitu, sebuah perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam perbaikan menuju ke arah yang lebih baik, sangat diperlukan sosok pemimpin yang paham akan potensi-potensi besar yang dimiliki Indonesia dan dengan potensi itu, ia dapat membuat masyarakat hidup sejahtera.
Kali ini diharapkan kita dapat pemimpin yang benar-benar peduli rakyatnya dan dapat memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia, bukan menjadi pengkhianat masyarakat yang bekerja untuk cukong dan orang-orang di sekelilingnya saja, dengan membuat regulasi yang menguntungkan kelompok tertentu, tetapi merugikan masyarakat.
Akan tetapi, di tengah ketidakpastian ekonomi global akibat perang tarif dan pelemahan daya beli masyarakat, mampukah kita menerobos tantangan yang makin berat untuk menuju ”Gemah Ripah Loh Jinawi” dan ”Toto Tentrem Kerto Raharjo”?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: