Menyiapkan Input Pendidikan Tinggi dengan Seleksi Andal dan Berkeadilan

Menyiapkan Input Pendidikan Tinggi dengan Seleksi Andal dan Berkeadilan

ILUSTRASI Menyiapkan Input Pendidikan Tinggi dengan Seleksi Andal dan Berkeadilan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Fakta itu ikut memunculkan persoalan dalam SPMB, bahkan saat mereka menjalani perkuliahan.

Kebijakan Kementerian Pendidikan pada era Kabinet Merah Putih yang mengembalikan adanya penjurusan pada jenjang SMA menjadi salah satu cara untuk sinkronisasi pendidikan agar berkesinambungan. 

Penjurusan di SMA tidak hanya memengaruhi keberlanjutan anak didik untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, tetapi juga untuk memetakan bakat, minat, dan kompetensi serta kesinambungan dan kesesuaian pada jenjang berikutnya.

MENYIKAPI KEBIJAKAN

Setiap kebijakan pendidikan, khususnya terkait kurikulum, memiliki kelebihan dan kelemahan. Kementerian Pendidikan sebelum Kabinet Merah Putih memiliki kebijakan yang dikenal dengan Kurikulum Merdeka. 

Semangat Kurikulum Merdeka di satu sisi baik karena memberikan pengalaman yang beragam, baik bagi guru maupun siswa. 

Misalnya, siswa diberi kebebasan memilih mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya dan guru dapat berkreasi memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Demikian pula pada jenjang pendidikan tinggi dengan kebijakan MBKM-nya. 

Namun, pada Kurikulum Merdeka tidak dikenal penjurusan. Itu membuat siswa mengalami distorsi kompetensi. 

Implikasi dari tidak adanya penjurusan saat SMA, siswa tidak memiliki kompetensi yang memadai. Sebagai contoh, siswa tidak memiliki kompetensi pada rumpun ilmu sains dan teknologi (saintek), tetapi saat mendaftar ke perguruan tinggi, siswa yang bersangkutan memilih program studi dalam rumpun saintek seperti fisika, kimia, dan sejenisnya. 

Ketika lolos dan mengikuti kuliah, yang bersangkutan tidak mampu menjalani dengan baik karena basis keilmuan saintek tidak dimiliki. Fakta itu menimbulkan persoalan baru dalam studi yang dijalani.

Menyikapi fakta demikian, SPMB dalam berbagai ragamnya di perguruan tinggi penting diformulasikan kembali untuk mengakomodasi sistem penilaian pada jenjang pendidikan sebelumnya, tidak berjalan dengan kebijakan sendiri-sendiri. 

SPMB yang berkualitas menjadi tantangan tersendiri karena pendidikan nasional berada pada kementerian yang berbeda. 

Di sinilah diperlukan reformulasi kebijakan yang objektif dan berkeadilan agar dihasilkan input atau calon mahasiswa yang berkualitas melalui SPMB yang andal, kredibel, dan berkeadilan dengan mempertimbangkan aspek kompetensi, karakter, skill, dan lain sebagainya. (*)

*) Muhammad Turhan Yani adalah guru besar Fisipol dan kepala LPPM Universitas Negeri Surabaya; ketua Komisi Pendidikan MUI Jawa Timur; dan Dewan Pakar HISPISI.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: