Takdir Al-Khoziny

Takdir Al-Khoziny

ILUSTRASI Takdir Al-Khoziny.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Manusia adalah agen bebas yang punya kehendak bebas atau ”free will”. Manusia bisa merencanakan dan mendesain tindakannya sendiri karena diberkahi free will. Namun, manusia harus bertanggung jawab terhadap pilihannya dan konskuensi dari pilihan dan tindakan itu.

Takdir tetap menjadi misteri yang tidak terpecahkan. Karena itu, takdir hanya bisa diyakini melalui iman. Manusia tidak pernah tahu akan takdir, sampai sebuah peristiwa terjadi. Karena itu, manusia diharuskan melakukan ikhtiar, memilih jalan dan pilihan terbaik. 

Ikhtiar adalah usaha dan upaya yang terbaik yang harus dilakukan manusia. Upaya dan usaha yang buruk, reckless alias sembrono, membahayakan orang lain, tidak bisa disebut sebagai ikhtiar. 

Tragedi Al-Khoziny menjadi musibah terbesar selama tahun 2025 ini. Tragedi itu juga menjadi tragedi terbesar dalam sejarah pesantren di Indonesia. Belum pernah ada kecelakaan yang membawa korban sebesar itu dalam sejarah pesantren di Indonesia.

Tragedi itu menjadi catatan tersendiri bagi Sidoarjo. Selama ini Sidoarjo dikenal sebagai episentrum NU (Nahdlatul Ulama) di Jawa Timur. Sidoarjo juga sekaligus menjadi wilayah stronghold PKB (Partai Kebangkitan Bangsa).

Ada dua pesantren besar yang dominan di Sidoarjo. Yakni, Pesantren Bumi Shalawat yang diasuh KH Agoes Ali Masyhuri alias Gus Ali dan Pesantren Al-Khoziny asuhan KH Abdus Salam Mujib alias Gus Salam. Dua kiai itu juga menjadi tokoh NU. Gus Ali menjadi wakil syuriah PWNU Jatim dan Gus Salam menjadi syuriah PCNU Sidoarjo.

Dua tokoh itu bukan sekadar tokoh lokal, melainkan sudah menjadi tokoh nasional. Dua pesantren tersebut punya reputasi besar dan menjadi jujukan para politikus dan pejabat lokal, regional, dan nasional. 

Gus Ali terkenal sebagai kiai-politikus yang cerdik. Ia berhasil menggeser episentrum politik Sidoarjo dari pendopo ke Bumi Shalawat. Anak sulung Gus Ali menjadi anggota DPR RI dari PKB, anak kedua (Muhdlor Ali) pernah menjadi bupati Sidoarjo, dan menantunya menjadi bupati Gresik.

Namun, tahun lalu Pesantren Bumi Shalawat tertimpa tragedi karena Muhdlor dicokok KPK dan sekarang menjadi narapidana. Tragedi itu mencoreng reputasi Gus Ali dan pesantrennya. Episentrum politik Sidoarjo lepas dari Bumi Shalawat lantaran tragedi tersebut.

Sejak awal 2000 sampai 20 tahun terakhir, episentrum politik Sidoarjo ada di tangan Saiful Ilah. Ia menjadi wakil bupati dua periode, kemudian menjadi bupati dua periode. Saiful Ilah menjadi politikus lokal paling powerful karena ia sekaligus menjadi ketua PKB.

Namun, kemudian Saiful Ilah kena cokok KPK dan episentrum politik pun bergeser ke Bumi Shalawat. Sidoarjo masih tetap menjadi stronghold PKB. Karena pengaruh Gus Ali, anaknya bisa menjadi bupati. 

Namun, setelah Muhdlor ditangkap KPK, tuah Bumi Shalawat meredup. Dominasi PKB selama 20 tahun lenyap. Dalam pemilihan bupati tahun ini, PKB kalah oleh koalisi Gerindra dan Golkar. 

Sementara itu, Gus Salam tidak berpolitik praktis seperti Gus Ali. Namun, fatwanya tetap sangat didengar oleh para politikus dan pajabat daerah sampai pusat. Tragedi Al-Khoziny bisa jadi akan memengaruhi reputasi Gus Salam dan pesantrennya. 

Mungkin takdirnya akan sama dengan Bumi Shalawat. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: