Takdir Al-Khoziny

ILUSTRASI Takdir Al-Khoziny.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BABAK PERTAMA tragedi ambruknya musala Pondok Pesantren Al-Khoziny sudah selesai. Golden time terlewati, deadline evakuasi sudah dilalui. Hasil akhir, 67 santri meninggal dunia dan 104 santri dinyatakan selamat.
Setelah babak pertama usai, babak kedua segera dimulai. Masalahnya akan kompleks. Masalah hukum, masalah interpretasi terhadap keyakinan agama, dan bahkan masalah politik akan saling silang sengkarut.
Sudah muncul desakan dari banyak pihak supaya kasus itu dibawa ke ranah hukum. Ada indikasi terjadi kelalaian sehingga terjadi kesalahan konstruksi yang membuat bangunan empat lantai ambruk.
BACA JUGA:Bangunan Musala Pondok Pesantren Al-Khoziny Ambruk: Human Error atau Takdir?
BACA JUGA:Kasus Robohnya Ponpes Al-Khoziny Naik ke Tahap Penyidikan, Polda Jatim Fokus Cari Tersangka
Namun, di sisi lain, banyak desakan agar kasus tersebut tidak usah dibawa ke ranah hukum. Banyak wali santri yang menerima persistiwa itu sebagai takdir.
Pemimpin Pondok Pesantren Al-Khoziny KH Abdus Salam Mujib sudah muncul di media, meminta maaf atas tragedi itu dan menyebutnya sebagai takdir. Secara implisit, Pak Kiai menyatakan bahwa kasus tersebut tidak perlu diperpanjang sampai ke ranah hukum karena semua adalah takdir.
Pernyataan itu memicu respons beragam. Banyak yang mendukung, tetapi tak sedikit yang tidak sependapat. Perdebatan mengenai masalah takdir sudah menjadi perdebatan panjang di kalangan umat Islam sejak masa-masa awal perkembangan Islam.
BACA JUGA:Pakar ITS : Tiga Bangunan di Ponpes Al-Khoziny Harus Dikosongkan
BACA JUGA:Prabowo Instruksikan Evaluasi Menyeluruh Bangunan Pesantren Usai Tragedi Al-Khoziny
Sampai sekarang tidak ada titik temu terhadap definisi takdir. Masalah takdir memecah umat Islam menjadi dua kubu yang bertolak belakang.
Secara umum, ada dua kubu dalam pemahaman mengenai takdir. Bagi kalangan Jabariyah, takdir tidak bisa dihindarkan. Segala sesuatu berjalan atas kehendak Allah SWT. Manusia tidak bisa berbuat apa pun tanpa takdir. Setiap manusia harus tunduk kepada ketentuan takdir tanpa bisa mengubahnya melalui upaya dan usaha apa pun.
Sebaliknya, kalangan Qodariyah berpendapat bahwa takdir adalah ketentuan Allah SWT yang diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya. Segala sesuatu yang terjadi merupakan wujud dari hukum alam yang disebut sebagai sunatullah.
Kaum Muktazilah meyakini bahwa Tuhan memberikan kebebasan dan kemerdekaan kepada manusia untuk menentukan kehendak dan perbuatannya. Oleh karena itu, kehendak Tuhan tidak lagi bersifat absolut. Kebebasan yang diberikan kepada manusia untuk menentukan perbuatannya itu membatasi kebebasan mutlak Tuhan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: