Menempa Pemimpin Indonesia di Panggung Global

Menempa Pemimpin Indonesia di Panggung Global

ILUSTRASI Menempa Pemimpin Indonesia di Panggung Global.-Arya-Harian Disway-

Pelajaran dari Soekarno sangat relevan bagi generasi muda saat ini. Keberanian menjadi pemimpin harus dipupuk sejak dini. Anak-anak muda perlu menempa diri dengan berani mengambil tanggung jawab, berani menghadapi risiko, dan yang terpenting, berani memimpin. 

Sayang, sering kali muncul semacam sindrom malu di kalangan generasi muda: malu dianggap ambisius, malu dituduh punya kepentingan pribadi. Stigma negatif terhadap ambisi itu perlu dikikis.

Oleh karena itu, penanaman jiwa kepemimpinan harus menjadi bagian integral dari kurikulum pendidikan dasar dan menengah. 

Sekolah tidak boleh hanya menjadi tempat transfer ilmu, tetapi juga menjadi arena untuk melatih keberanian, mengelola perbedaan pendapat, dan memimpin sebuah tim. Dengan begitu, negara ini tidak akan pernah kehabisan stok calon pemimpin di masa depan.

Sekolah harus menjadikan teknologi sebagai sarana utama untuk melatih kepemimpinan. Melalui proyek kolaboratif virtual, siswa belajar mengelola tugas dan tim secara profesional layaknya di dunia kerja modern. Diskusi daring juga dapat melatih mereka untuk berargumentasi secara runut dan memengaruhi orang lain secara konstruktif.

Selain itu, penempaan itu wajib menyentuh aspek karakter dan visi digital. Siswa dapat didorong memimpin kampanye sosial melalui media digital untuk melatih kemampuan membangun narasi positif dan memobilisasi dukungan. 

Semua langkah itu bertujuan melahirkan pemimpin yang mampu menggunakan teknologi sebagai alat untuk membawa perubahan nyata.

KEARIFAN LOKAL DAN TANTANGAN ERA DIGITAL

Untuk membentuk karakter pemimpin, kita bisa berkaca pada bangsa lain. Misalnya, Jepang dengan semangat bushido atau ”spirit samurai” yang melahirkan etos kerja, disiplin, dan loyalitas tinggi. Semangat itu menjadi modal sosial yang kuat dalam kepemimpinan mereka. 

Indonesia, dengan kekayaan budayanya yang luar biasa tentu memiliki kearifan lokal yang mampu mendorong munculnya jiwa kepemimpinan. Nilai-nilai seperti gotong royong, musyawarah untuk mufakat, dan tepa slira adalah fondasi kepemimpinan yang humanis dan kolektif.

Kembali kepada sosok Prabowo, penampilannya yang memesona di panggung dunia adalah aset. Namun, tantangan kepemimpinan hari ini tidak berhenti pada kemampuan berpidato. Kita memerlukan pemimpin yang mampu menunjukkan karakter kuat sekaligus adaptif dengan konteks kekinian. 

Era digital menuntut pemimpin yang tidak gagap teknologi, yang mampu memanfaatkan big data untuk kebijakan publik, dan yang bisa memimpin transformasi digital bangsa.

Pada akhirnya, membangun pemimpin Indonesia di era digital adalah sebuah kerja kolektif. Ini tentang membuka jalan bagi mereka yang punya silsilah, sekaligus memberikan karpet merah bagi mereka yang meniti jalan hidupnya sendiri. 

Sangatlah penting menumbuhkan keyakinan bahwa setiap anak bangsa, dari latar belakang apa pun, bisa menjadi pemimpin hebat jika mereka berani belajar, berani bertanggung jawab, dan berani menempa diri dalam kerasnya perjalanan hidup. (*) 

*) Yayan Sakti Suryandaru adalah dosen Departemen Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga, Surabaya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: