Menempa Pemimpin Indonesia di Panggung Global

Menempa Pemimpin Indonesia di Panggung Global

ILUSTRASI Menempa Pemimpin Indonesia di Panggung Global.-Arya-Harian Disway-

PANGGUNG Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York baru-baru ini menjadi saksi sebuah momen yang mengguncang. Presiden Prabowo Subianto, dengan gaya yang lugas dan berapi-api, menyampaikan pidato yang dinilai banyak kalangan ”menggelegar”. 

Pujian datang dari berbagai penjuru. Bahkan, Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkesan atas ketegasan Prabowo. Dunia seakan melihat kembali figur pemimpin dari negara nonblok yang berani dan punya posisi tawar. 

Penampilan memukau Prabowo tak pelak mengingatkan kita pada pesona Proklamator Soekarno di panggung dunia. Julukan ”Little Soekarno” pun rasanya pas disematkan, terutama dari sisi gaya retorika dan keberaniannya di panggung global.

BACA JUGA:Benarkah Pidato di PBB Itu Penting?

BACA JUGA:Healing Prabowo

Namun, di balik karisma itu, terdapat sebuah diskursus menarik tentang bagaimana pemimpin di Indonesia dibentuk. Kehadiran Prabowo, meski ditempa melalui karier militer dan politik yang panjang, tidak bisa dilepaskan dari nama besar sang ayah, begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo. 

Dalam konteks Indonesia, faktor silsilah dan dinasti politik memang masih menjadi variabel yang kuat. 

Nilai-nilai, jaringan, dan bahkan privilese kerap diwariskan dari generasi ke generasi. Akan tetapi, sejarah kepemimpinan nasional kita juga menyajikan narasi yang berbeda. Indonesia pernah dan masih dipimpin figur-figur yang menempa jiwa kepemimpinan dari kerasnya perjuangan hidup. 

Kita bisa melihat sosok Soeharto, B.J. Habibie, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Joko Widodo (Jokowi) yang tidak berasal dari lingkaran elite politik generasi pertama. Perjalanan hidup mereka menunjukkan bahwa kepemimpinan bisa lahir dari tempaan. 

Para pemimpin yang lahir dari jalur itu pun pada akhirnya tak jarang ikut merintis dinastinya sendiri. Hal tersebut menunjukkan betapa kompleks dan cairnya batasan antara kepemimpinan yang diwariskan dan yang diraih.

KEPEMIMPINAN BISA DITEMPA

Sejatinya kepemimpinan bisa dipelajari dan dibentuk selama ada niat dan kemauan yang kuat. Buktinya, tak jarang ada orang yang membawa nama besar keluarga atau silsilah, tetapi minim jiwa kepemimpinan.

Contoh paling ikonik tentu saja Soekarno. Jauh sebelum menjadi orator ulung yang memukau dunia, ia adalah seorang anak muda yang indekos di rumah Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto di kawasan Peneleh, Surabaya. Setiap malam ia terlibat dalam diskusi-diskusi tajam bersama Semaoen, Alimin, Kartosuwiryo, dan tokoh-tokoh pergerakan lainnya. 

Pengalaman hidup itulah yang mengasah ketajaman analisis, keberanian berpendapat, dan visi kebangsaannya. Ia tidak lahir langsung menjadi macan podium. Kepiawaian berorasi dan memimpin seorang Soekarno muncul melalui proses dialektika pemikiran yang intens.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: