Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (86): Menembus Kabut ke Pohon Teh Tua

Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (86): Menembus Kabut ke Pohon Teh Tua

POHON TEH TUA di desa Jiwozhai, Ma'andi, Provinsi Yunnan. Pohon tersebut berusia lebih dari 130 tahun. -Doan Widhiandono-

Perjalanan di Provinsi Yunnan memang dikemas dalam tema khas: bangkitnya wilayah pedesaan. Itu pula yang dialami para jurnalis peserta program China International Press Communication Center (CIPCC), Minggu, 10 November 2025. Kami diajak menyelami desa yang bangkit lantaran teh.

KABUT turun seperti tirai tebal saat mobil menembus pegunungan Ma’andi, hari itu. Jalan sempit. Lembap. Beberapa bagian masih menyisakan bekas longsoran.

Meski dipandu mobil pengawal di depan, bus yang kami tumpangi tetap berjalan pelan. Berhati-hati menapaki aspal yang terlihat licin itu.

Di kiri-kanan, kabut menutupi pemandangan. Saat sesekali tersingkap, tampak lembah dan gunung yang hijau. Nuansanya sangat tropis. Beberapa teman saya bergurau: ini seperti memasuki hutan basah di zaman Jurassic.

BACA JUGA:Harian Disway di China International Press Communication Center (CIPCC) (85): Jadi Desa Penghasil Duit

BACA JUGA:Siswa ITCC Raih Beasiswa ke Tiongkok (6): Siap Taklukkan Dunia Siber

Yang kami tuju adalah desa Jiwozhai. Dan perjalanan itu bukan sekadar perpindahan lokasi. Ia terasa seperti memasuki ruang waktu yang berbeda. Yakni menuju desa kecil di perbatasan Tiongkok–Vietnam yang selama bertahun-tahun hidup dari pohon teh tua.

Desa itu cukup terpencil. Ia terletak di Kecamatan Township. Jaraknya sekitar 146 kilometer dari pusat Kabupaten Jinping. Di bagian tenggara Provinsi Yunnan.

Hutan menutupi hampir tiga perempat kawasan desa. Begitu memasuki jalan terakhir menuju desa, kabut masih pekat. Seperti kapas yang menggantung rendah.

Di depan pintu masuk kampung, warga suku Yao sudah menunggu. Mereka berpakaian tradisional hitam. Dengan warna merah di ujung lengan dan penutup kepala. Berbaris di dekat gerbang, para perempuan Yao itu tersenyum dan melambai.


DAUN TEH yang dipegang Li Shuting menjadi obyek foto para jurnalis CIPCC.-Doan Widhiandono-

Desa itu hanya berpenduduk 218 orang. Sebagian besar adalah keluarga Yao yang telah tinggal turun-temurun di lereng gunung. Mereka hidup dari teh. Tepatnya dari 11.000 lebih pohon teh tua yang tersebar di lereng-lereng hutan. Dan sebagian besar pohon itu sudah berusia di atas satu abad.

Dari tempat parkir bus, kami diajak naik. Melintasi jalan aspal yang dingin. Licin. Salah seorang perempuan Yao mendampingi. Namanya Li Shuting.

Perjalanan menanjak itu berakhir pada sebuah anak tangga batu. Juga licin. Berlumur lempung basah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: