Muhammadiyah, Civil Society, dan Rekonstruksi Baldah Thayyibah
ILUSTRASI Muhammadiyah, Civil Society, dan Rekonstruksi Baldah Thayyibah.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Dalam Al-Qur’an, istilah itu disebut dalam Q.S. Saba’:15, ”Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan), ’Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu adalah) negeri yang baik (Baldah Tayyibah) dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun’.”
Makna Qur’ani itu menekankan bahwa suatu negeri yang baik tidak hanya memiliki kesejahteraan material, tetapi juga keberkahan spiritual yang terjaga melalui nilai-nilai keadilan dan kesyukuran. Ciri-ciri masyarakat yang mendukung terwujudnya baldah thayyibah mencakup beberapa aspek fundamental.
Antara lain, masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam segala aspek kehidupan, kondisi ekonomi yang stabil-adil sehingga tidak ada kesenjangan yang mencolok dan nilai keislaman yang dijaga-wariskan kepada generasi mendatang.
Dalam konteks Indonesia, konsep baldah thayyibah dapat diwujudkan melalui keseimbangan antara spiritualitas, keadilan sosial, dan kesejahteraan ekonomi. Beberapa indikator utama yang dapat digunakan untuk mengukur implementasi konsep itu adalah, pertama, adanya keseimbangan antara spiritualitas dan materialitas.
Artinya, masyarakat Indonesia yang religius harus tetap mampu bersaing dalam bidang ekonomi dan sains tanpa kehilangan nilai-nilai Islam.
Kedua, berlakunya prinsip kesetaraan dan penghormatan terhadap keberagaman. Sebagai negara dengan latar belakang sosial-budaya dan agama yang plural, penguatan harmoni dan toleransi antarumat beragama merupakan kunci keberlangsungan negeri yang baik.
Ketiga, adanya tata kelola pemerintahan yang bersih dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang adil, bebas dari korupsi, serta memiliki kebijakan yang prorakyat merupakan fondasi utama bagi terwujudnya baldah thayyibah.
Dari tiga fondasi itu saja, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia, Muhammadiyah memiliki potensi dan kontribusi besar dalam merekonstruksi baldah thayyibah melalui berbagai aspek kehidupan.
Beberapa peran strategis Muhammadiyah untuk membangun negeri yang baik itu bisa dilakukan melalui, pertama, pengembangan pendidikan berbasis nilai-nilai Islam yang progresif, sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
Kedua, mendorong gerakan ekonomi Islam yang mandiri dan berkeadilan. Muhammadiyah aktif mengembangkan koperasi, baitul maal wa tamwil (BMT), dan bank syariah sebagai instrumen ekonomi berbasis syariah untuk meningkatkan kesejahteraan umat.
Berbagai program pemberdayaan ekonomi, termasuk penguatan UMKM dan filantropi Islam, menjadi bagian dari strategi Muhammadiyah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial.
Ketiga, advokasi kebijakan publik yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Muhammadiyah sangat mungkin berperan aktif dalam mengawal kebijakan yang mendukung keadilan sosial dan kesejahteraan melalui Majelis Tarjih dan organisasi sayap lainnya.
Partisipasi Muhammadiyah dalam berbagai diskusi kebijakan, baik di tingkat nasional maupun daerah, menjadi bagian dari upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berkeadilan.
Dengan demikian, rekonstruksi baldah thayyibah di era kekinian bukanlah sebuah utopia, tetapi merupakan sebuah keniscayaan yang dapat diwujudkan melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi Islam, seperti Muhammadiyah.
Dengan berlandaskan pada nilai-nilai keislaman yang progresif (berkemajuan), keadilan sosial, serta kesejahteraan ekonomi, Indonesia dapat berkembang menjadi negeri yang makmur dan diberkahi sesuai dengan prinsip baldah thayyibah yang diajarkan dalam Islam. Wallahu a’lam. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: