Thrifting sebagai Fenomena
ILUSTRASI Thrifting sebagai Fenomena.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Maraknya thrifting impor telah menimbulkan tekanan besar terhadap pelaku industri tekstil dan usaha konfeksi dalam negeri. Produk pakaian lokal yang dibuat dengan biaya produksi dan tenaga kerja lebih tinggi harus bersaing dengan pakaian bekas impor yang dijual jauh lebih murah.
Hal itu mengakibatkan turunnya daya saing produk nasional, berkurangnya permintaan pasar, hingga ancaman pemutusan hubungan kerja di sektor garmen.
Dulu pasar pakaian bekas dikenal sebagai tempat alternatif bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendapatkan pakaian layak dengan harga terjangkau.
Kini pasar itu telah diambil alih oleh kalangan menengah ke atas dan para reseller yang membeli secara besar-besaran untuk dijual kembali dengan harga lebih tinggi.
Pakaian bekas yang semestinya menjadi solusi kebutuhan rakyat kecil berubah menjadi komoditas tren yang meminggirkan kelompok ekonomi bawah.
Fenomena thrifting menjadi paradoks bagi kebijakan ekonomi mazhab baru yang ingin diterapkan Prabowo Subianto di Indonesia.
Prabowo telah menyatakan ingin mengambil sisi baik dari masing-masing sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis dalam kebijakan ekonominya.
Para pengimpor pakaian bekas yang rakus adalah bagian dari kapitalisme yang ingin diberangus Prabowo. Namun, di sisi lain, pedagang kecil yang berjualan pakaian bekas membutuhkan sentuhan sosialisme ala Prabowo supaya mereka tidak menjadi penganggur akibat larangan impor pakaian bekas.
Itulah ujian bagi Prabowo. Kata Prabowo, ekonomi Indonesia bukan ekonomi kapitalis dan bukan ekonomi sosialis. Ekonomi Indonesia adalah ekonomi yang bukan-bukan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: