Bang Bank Mata
ILUSTRASI Bang Bank Mata.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Bayangkan ini sebagai sebuah keluarga besar. Selama ini, ada 18 adik (bank mata) yang tumbuh di berbagai daerah. Ada yang tinggal di rumah sakit besar, ada yang berdiri sendiri, ada yang masih baru belajar berjalan, dan ada pula yang sudah cukup matang. Masing-masing punya karakter, kekuatan, dan tantangannya sendiri.
Di tengah keluarga itu, kini lahir sosok abang bernama Asosiasi Bank Mata Indonesia. Abang itu tidak datang untuk menggurui atau memerintah. Ia hadir untuk merangkul, mengarahkan, melindungi, dan menyatukan langkah para adiknya.
Tentu adik-adik yang lebih lama lahir itu sudah baik dan telah bekerja keras. Namun, agar keluarga itu bisa bergerak lebih kompak, diperlukan seseorang atau lembaga baru yang bisa menjadi tempat berkoordinasi, bertanya, berkonsultasi, bahkan mengadu.
Abang tersebut bukan yang paling kuat atau paling pintar. Namun, ia-lah yang dititipi amanah untuk menghubungkan adik-adik dengan orang tua. Siapa orang tuanya? Pemerintah dan para pemangku kebijakan.
Dengan begitu, perhatian, dukungan, dan regulasi bisa mengalir lebih cepat dan lebih tepat. Sebab, orang tua tidak mungkin berbicara satu per satu dengan adik-adik yang jumlahnya banyak. Akan jauh lebih efektif kalau melalui sang abang.
Di luar itu, kebutuhan donor kornea tak hanya soal tindakan medis. Tapi, juga tentang membangun budaya baru. Di beberapa negara seperti Amerika Serikat, India, dan Sri Lanka, donasi kornea sudah menjadi kebiasaan masyarakat.
Di Indonesia, isu tersebut masih sering terhalang kecemasan sosial, minimnya edukasi, dan belum meratanya jaringan donasi. Juga, ada tantangan yang terkait dengan keyakinan agama. Meski fatwa MUI telah membolehkan donor organ tubuh, masih banyak yang ragu tentang boleh dan tidaknya.
Keberadaan asosiasi menjadi penting menjawab persoalan itu. Bukan hanya untuk kepentingan berjejaring antar-bank mata, tetapi juga memperkuat kampanye nasional dan memperluas jejaring relawan. Bersama pemerintah juga bisa menstandardisasi proses pengambilan kornea hingga meningkatkan kepercayaan publik.
Lewat ekosistem yang lebih terhubung, kita bisa membayangkan masa depan tanpa antrean panjang pasien yang menunggu transplantasi kornea. Sebuah masa depan dengan kesadaran masyarakat tentang donasi organ tumbuh makin kuat. Masa depan tanpa ada lagi anak yang kehilangan masa depannya hanya karena ia tak bisa melihat dunia dengan terang.
Jadi, dari Surabaya tak hanya lahir abang bank mata yang entah apa nanti namanya. Tapi, juga lahir harapan-harapan baru bagi kemanusiaan. Tak hanya memberikan cahaya baru bagi mereka yang mengalami kebutaan karena kornea, tetapi juga spirit baru dari bank mata yang selama ini telah banyak berbuat bagi negeri tercinta. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: