Zulhas Klarifikasi Video Lamanya dengan Harrison Ford soal Tesso Nilo

Zulhas Klarifikasi Video Lamanya dengan Harrison Ford soal Tesso Nilo

Eks Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan Akhirnya Blak-blakan Soal Video Harrison Ford-CURHAT BANG Denny Sumargo-YouTube Channel

Ia menyebut situasi Tesso Nilo saat itu tidak bisa diselesaikan hanya dengan instruksi kementerian karena negara masih berada dalam fase yang ia sebut sebagai “surplus demokrasi”.

Fase tersebut menggambarkan situasi ketika banyaknya kepentingan dan tekanan membuat pemerintah tidak dapat mengambil keputusan secara tegas.

Menurutnya, kewenangan publik di era awal reformasi sangat besar, hingga membuat pejabat pemerintah ragu untuk melakukan tindakan yang berpotensi memicu konflik di lokasi rawan.

“Dia menganggap Indonesia seperti Amerika. Saya bilang, ini bukan Amerika. Pejabat-pejabat saat itu takut sama rakyat karena rakyat begitu berkuasa setelah reformasi. Masuk ke Tesso Nilo saja saya tidak bisa, di sana ada lebih dari 50 ribu orang,” tuturnya yang dikutip dari laman disway.id.

Ia pun sudah meminta tim Harrison Ford untuk membuka sesi diskusi di hadapan puluhan awak media.

Namun, keinginannya tidak ditanggapi. Ia menilai proses wawancara justru dipindahkan ke ruang tertutup, sehingga masalah yang muncul ke publik menjadi tidak seimbang dan hanya menggambarkan satu sisi.

BACA JUGA:Banjir Bandang di Aceh Sudah Diprediksi 8 Hari Sebelumnya

BACA JUGA:Warga Gayo Lues Aceh Minta Bantuan Malaysia: Sudah 5 Hari Kelaparan

Dalam penjelasannya, Zulhas juga menyinggung akar persoalan kerusakan hutan yang menurutnya berkaitan dengan kewenangan daerah yang terlalu longar pada awal penerapan otonomi.

Bupati, kata dia, memiliki ruang besar dalam menerbitkan izin kebun dan tambang.

“Kebun-kebun itu dulu bupati bisa kasih izin. Tambang juga. Itu kewenangan mereka. Zaman saya baru sistemnya konkuren, harus bareng-bareng dengan gubernur. Tapi kerusakannya sudah terjadi sejak lama,” jelasnya.

Ia mencontohkan kasus di Sumatera Utara, di mana 40.000 hektare kawasan hutan lindung telah berubah menjadi kebun sawit.

Meski proses hukumnya selesai dan para pelakunya telah dipidana, namun negara tetap kesulitan mengambil kembali lahan tersebut.

“Sudah masuk penjara, sudah dinyatakan bersalah, tapi lahannya tidak bisa saya ambil. Baru sekarang bisa, setelah ada Satgas yang dipimpin Menhan,” tegasnya.

BACA JUGA:Operasi Modifikasi Cuaca di Sumatera Berlangsung 24 Jam, Permudah Evakuasi dan Distribusi Bantuan

BACA JUGA:ASDP Tetap Beroperasi di Tengah Cuaca Ekstrem, Mobilitas dan Bantuan Logistik ke Sumatera Terjaga

Di akhir sesi podcast, Zulhas turut menyinggung bencana alam yang menimpa Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Ia mengatakan telah menerima instruksi langsung untuk mempercepat distribusi bantuan pangan.

“Pak Presiden pasti langsung perintah. Tidak boleh ada yang terlambat. Tidak ada rapat-rapat, semua harus selesai di lapangan,” ungkapnya terang-terangan.

Persepsi keterlambatan bantuan kerap muncul karena terhambat kondisi geografis. Banyak akses jalan rusak dan terputus sehingga bantuan darat tidak bisa masuk.

“Aceh dan Sumatera Utara banyak jalannya putus. Kalau lewat darat tidak bisa, lewat laut lama, lewat udara terbatas. Mungkin itu yang membuat kesannya lambat,” pungkasnya. (*)

*) Mahasiswa magang Prodi Sastra Inggris dari Universitas Negeri Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: disway.id