Candi Panataran, Napak Tilas Tiga Zaman
Candi Panataran, candi yang melintas tiga zaman pada era Hindu-Buddha.-Guruh D.N.-HARIAN DISWAY
BACA JUGA:Pemerintah Akan Pasang Chatra di Puncak Stupa Induk Candi Borobudur, Menag: Untuk Menarik Wisatawan
BACA JUGA:Prabowo Dampingi Macron Kunjungi Candi Borobudur, Perkenalkan Sebagai Mahakarya Peradaban
Kemudian kami bergantian mengambil air. Membasuh diri secara bergantian. Mulai dari yang paling sepuh hingga paling muda: Xs. Titis, Ws. Liem, saya, Panji, terakhir Surya. Tapi begitulah cara orang zaman dulu sebelum memasuki kompleks candi. Bersuci terlebih dahulu dengan air di petirtaan.

Petirtaan di Candi Panataran. Sebagai sarana bersuci sebelum memasuki kompleks candi.-Guruh D.N-HARIAN DISWAY
Selanjutnya, kami menuju candi utama. Candi yang hanya tersisa pondasinya saja. Bagian tengah hingga atapnya telah hilang. Mungkin rusak karena usia atau karena letusan Kelud. Di ruang terbuka pondasi tersebut kami kembali berdoa.
Masing-masing menggunakan satu batang dupa. Meditasi. Fokus. Merasakan semilir angin, bunyi alam, dan meraih interaksi antara diri dan Sang Pemberi Hidup. Di Candi Panataran, kami berwisata sejarah sekaligus spiritual.
Pun, kunjungan ke tempat itu sama saja menyusuri sejarah masa lalu. Candi itu mulai dibangun pada era Kertajaya. Awalnya bernama Candi Palah, kediaman Mpu Iswara Mapanji Jagwata, pendeta yang dengan tapa bratanya disebut-sebut mampu meredam amuk Kelud.
BACA JUGA:Khidmat Peringatan Waisak di Candi Borobudur
BACA JUGA:Hexa-Mbah Yit Terjemahkan Relief Candi dalam Lukisan
Kertajaya dari Kadhiri sebagai inisiator candi tersebut. Kemudian secara bertahap pembangunannya dilanjutkan dan dirawat oleh Raja Majapahit: Jayanagara, Tribhuwana, Hayamwuruk, dan Suhita.
Di Panataran, kami menapaktilasi tiga zaman. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: harian disway