Candi Panataran, Napak Tilas Tiga Zaman

Candi Panataran, Napak Tilas Tiga Zaman

Candi Panataran, candi yang melintas tiga zaman pada era Hindu-Buddha.-Guruh D.N.-HARIAN DISWAY

Karena Dewa Brahma berunsur api, maka Kelud berubah menjadi gunung api aktif. Jika sudah meletus, gelegaknya luar biasa. Menciptakan bencana vulkanis yang memakan korban jiwa. 

Letusan Kelud yang dahsyat pun tercatat dalam kitab-kitab atau prasasti kuno. Nagarakretagama, misalnya, mencatat letusan gunung tersebut pada 1334. Sebagai tanda Raja Dewa menitis ke bumi. 

Di tahun itu, raja yang membawa Majapahit ke puncak keemasannya lahir. Ialah Hayamwuruk. Sama seperti pendahulunya, raja tersebut kerap datang ke Candi Palah (nama klasik dari Candi Panataran) untuk berdoa. 

BACA JUGA:Ribuan Umat Buddha Khidmat Rayakan Malam Waisak 2024 di Candi Borobudur

BACA JUGA:Spiritual Journey Seruni Niskala di Perwara Pawitra (2): Tergetar di Candi Kerajaan, Bahagia di Candi Gajah

Pada masa lalu, jika Trowulan adalah pusat ibu kota dan perpolitikan Majapahit, maka Candi Panataran adalah pusat spiritual. Jadi, candi itu eksis sejak Kerajaan Kadhiri hingga Majapahit.

"Saya ingin masuk untuk berdoa dulu," ujar Xs. Titis. Dia dan Ws. Liem merupakan pemuka agama Konghucu.

Meski agama tersebut dianggap identik dengan kultur Tionghoa, namun, sebenarnya Konghucu merupakan keyakinan yang fleksibel. Tak harus dimaknai secara kaku sesuai dengan tradisi asalnya.

Agama itu lebih menekankan pada perilaku manusia. Juga keselarasan antara bumi dan langit. "Tentu leluhur termasuk entitas yang kami muliakan. Termasuk leluhur tanah Jawa. Seperti para tokoh masa lalu yang membangun Candi Panataran ini," ungkap Ws. Liem.

BACA JUGA:Spiritual Journey Seruni Niskala di Perwara Pawitra (3): Semadi di Candi Wayang

BACA JUGA:Patung Kelinci Raksasa Karya Kaws Mejeng di Komplek Candi Prambanan

Setelah Xs. Titis selesai berdoa, kami diajak menuju petirtaan kuno di sebelah timur kompleks candi. Di situ, kami melalui jalan menurun. Melewati beberapa reruntuhan material andesit klasik. Ada juga beberapa candi kecil.

Kami pun sampai di petirtaan tersebut. Air kolam sangat jernih. Terdapat beberapa ekor ikan berukuran cukup besar.

Surya sejenak pergi untuk membeli makanan ikan di warung terdekat. Kemudian menaburkannya ke kolam. Ikan-ikan pun berebut memakannya.

"Memberi kebahagiaan pada ikan-ikan juga termasuk perbuatan baik," katanya. Lantas, Panji memandu kami untuk berdoa di depan kolam petirtaan tersebut. "Mari memanjatkan rasa syukur pada Tuhan dan mendoakan para leluhur," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: harian disway