Menjaga Kewarasan Publik: Mengawal Transisi 2029 dari Jebakan ”Ritual” Hukum
ILUSTRASI Menjaga Kewarasan Publik: Mengawal Transisi 2029 dari Jebakan ”Ritual” Hukum.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
MENOLAK NORMALISASI KETIDAKPATUTAN
Menutup refleksi ini, proyeksi menuju 2029 memang tampak suram jika kita hanya bersandar pada preseden hukum hari ini. Bayang-bayang oligarki yang membajak konstitusi makin nyata. Namun, pesimisme bukanlah watak pejuang demokrasi.
Tugas kita sebagai akademisi, aktivis, dan bagian dari elemen warga negara yang sadar adalah menolak normalisasi ketidakpatutan itu.
Jangan sampai kita terbiasa dan menganggap wajar bahwa hukum bisa dipesan layaknya menu makanan. Kita harus terus bersuara bising, menulis, berdiskusi, dan mengorganisasi diri.
Pemilu 2029 tidak boleh menjadi sekadar ritual prosedural untuk melegitimasi kekuasaan yang dibangun di atas fondasi hukum yang rapuh. Ia harus dikembalikan menjadi pesta rakyat yang beradab.
Hukum mungkin bisa direkayasa oleh penguasa, tetapi sejarah membuktikan bahwa kekuatan sipil yang terorganisasi punya daya ledak untuk meluruskan sejarah yang bengkok.
Mari kita jaga kewarasan publik agar republik ini tidak tergelincir menjadi kerajaan keluarga yang bersembunyi di balik topeng konstitusi. (*)
*) Achmad Muzakky Cholily adalah antropolog dan pengurus Lakpesdam PCNU Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: