Menjaga Semangat Donasi di Tengah Polemik Regulasi

Menjaga Semangat Donasi di Tengah Polemik Regulasi

DBL menggalang dana aksi donasi untuk banjir Sumatera -DBL Indonesia-

Karena itu, reformasi pengelolaan izin –misalnya dengan notifikasi digital, pelaporan sederhana untuk penggalangan dalam skala kecil, dan audit lebih ketat untuk skala besar– dapat menjadi langkah kompromi yang proporsional.

MEMASTIKAN BANTUAN DITERIMA KORBAN

Pihak yang menggalang dana, khususnya tokoh publik, influencer, atau komunitas besar juga memiliki peran penting dalam menjaga integritas ekosistem filantropi. Kepercayaan publik kepada mereka adalah modal yang sangat besar sehingga transparansi menjadi prasyarat utama.

Pelaporan dana yang terkumpul, dokumentasi penyaluran, hingga publikasi hasil membantu memastikan bahwa solidaritas tidak hanya terasa, tetapi juga dapat diverifikasi. Langkah-langkah sederhana itu dapat meminimalkan kecurigaan sekaligus membangun tradisi akuntabilitas yang lebih kuat di kalangan masyarakat.

PERLU LITERASI FILANTROPI

Di sisi lain, masyarakat sebagai pemberi donasi juga perlu meningkatkan literasi filantropi. Era digital memudahkan siapa pun menggalang dana melalui platform apa pun, termasuk akun pribadi. Karena itu, kehati-hatian diperlukan. Mengecek rekam jejak penggalang dana, memastikan adanya laporan terbuka, dan menghindari akun anonim adalah bagian dari tanggung jawab publik sebagai penyumbang.

Dengan meningkatnya literasi filantropi, masyarakat tidak hanya menjadi donatur yang baik, tetapi juga pengawas sosial yang kritis.

PANDANGAN ICMI

Sebagai bagian dari komunitas cendekiawan muslim, ICMI memandang bahwa perdebatan itu merupakan kesempatan memperkuat dasar etika filantropi nasional. Solidaritas adalah keutamaan moral yang harus dijaga, sedangkan akuntabilitas adalah prasyarat untuk memastikan kebaikan berjalan secara berkelanjutan.

Keduanya tidak dapat dipisahkan. Solidaritas tanpa akuntabilitas rawan diselewengkan. Akuntabilitas tanpa empati berisiko menghambat gerak cepat masyarakat dalam membantu sesama.

Karena itu, perdebatan itu sebaiknya menghasilkan penyempurnaan sistem, bukan fragmentasi publik. Negara harus memperbaiki tata kelola agar lebih mudah, cepat, dan transparan. Penggalang dana harus menjaga etika pengelolaan. Masyarakat harus berhati-hati memilih kanal donasi.

Hanya dengan cara itulah, ekosistem donasi nasional dapat menjadi lebih kuat, sehat, dan dipercaya.

PENUTUP

Intinya, kita perlu menempatkan kembali semangat donasi sebagai bagian dari identitas bangsa. Semangat donasi adalah denyut gotong royong yang sejak lama menjadi perekat sosial Indonesia. Jangan sampai polemik yang terjadi sesaat ini dapat memadamkan energi besar itu.

Solidaritas harus terus hidup dan pengelolaannya harus terus diperbaiki.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: