Mitigasi Gesekan Sosial Jelang Perayaan Agama

Mitigasi Gesekan Sosial Jelang Perayaan Agama

ILUSTRASI Mitigasi Gesekan Sosial Jelang Perayaan Agama.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Tujuan kelompok teroris atau oknum pelaku memang menciptakan kekacauan dan situasi sosial yang menakutkan. 

REALITAS SOSIAL DAN PESAN MORAL AGAMA

Perayaan hari besar agama umat kristiani tahun 2025 ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Kementerian Agama (Kemenag) akan menyelenggarakan Natal bersama agar lebih terasa kebersamaan karena umat Katolik dan Kristen selama ini menyelenggarakan perayaan secara sendiri-sendiri. Tema yang diusung Kemenag adalah Merawat Keberagaman, Hormati Perbedaan.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa penyelenggaraan Natal bersama Kemenag 2025 dimaksudkan sebagai ruang kebersamaan bagi umat kristiani, baik Kristen maupun Katolik, yang selama ini merayakan ibadah secara terpisah. 

Menurutnya, penyatuan ruang perayaan dapat memperkuat relasi persaudaraan tanpa mencampuradukkan ritual keagamaan.

Kebersamaan tersebut tidak berarti umat beragama lain ikut serta dalam prosesi ibadah. ”Jadi, Natal bersama jangan diartikan bahwa semuanya nanti kita akan ikut bareng-bareng di situ. Kita sudah ada petunjuk dari Majelis Ulama, dalam bidang apa kita harus join, dan dalam bidang apa kita harus berpisah. Jadi, tidak untuk melakukan ritual keagamaan bareng.” 

Penjelasan menteri agama itu penting dipahami agar tidak terjadi salah paham di tengah masyarakat akan dilakukan peribadatan ritual secara bersama umat beragama di Indonesia.

Sebagai bangsa Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai ideologi, dasar negara, dan falsafah, kita ikut prihatin ketika perayaan agama dikhawatirkan akan terjadi kerawanan sebagaimana analisis BIN. 

Hal demikian menunjukkan bahwa sebagian masyarakat belum menjadikan agama secara fungsional dalam kehidupan sosial. Agama hadir di tengah kehidupan umat manusia membawa pesan damai, sebagaimana pandangan Fazlur Rahman (1919), tokoh neo-medernis Islam yang menegaskan agama hadir untuk kemaslahatan dan keselamatan umat manusia. 

Demikian pula pandangan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur, 1940–2009) yang menegaskan bahwa agama hadir untuk mewujudkan kebaikan universal dan mengangkat harkat manusia, bukan konflik. 

Hal senada dikemukakan Paus Fransiskus (1936–2025) bahwa agama hadir untuk mewujudkan persahabatan dan persaudaraan lintas iman.

Meski demikian, dalam faktanya, pesan moral agama yang mengarustamakan perdamaian dan kerukunan sebagaimana yang telah dikemukakan di atas tidak selalu berbanding lurus dengan realitas kehidupan sosial yang terjadi di mana pun berada, baik di Indonesia maupun di negara-negara lain. Itulah tantangan bagi umat beragama, khususnya di Indonesia.

MITIGASI SOSIAL

Menyikapi fakta demikian, penting dilakukan mitigasi gesekan sosial (social friction), yaitu upaya pencegahan dan penanganan problem sosial dengan cara meningkatkan komunikasi, memperkuat toleransi, dan koordinasi lintas sektor dengan berbagai pihak yang memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas dan menciptakan kehidupan sosial yang harmoni agar tidak terjadi konflik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: