Pangkostrad dengan Ketua MUI, Sama

Kamis 16-09-2021,04:00 WIB
Editor : Noor Arief Prasetyo

Waktu itu Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Romo Frans Magnis Susseno membedah perbedaan pluralisme dengan relativisme. Sebab, sering terjadi salah kaprah.

Romo Frans: "Istilah pluralisme kadang-kadang dibajak sebagai pandangan yang mengatakan bahwa semua agama adalah sama. Pandangan semacam ini harus ditolak. Karena ini bukan pluralisme, melainkan relativisme."

Frans menjelaskan, pandangan yang menganggap semua agama sama benarnya disebut relativisme.

"Relativisme justru tidak pluralistik dan juga tidak toleran. Karena menuntut agama-agama melepaskan dulu bahwa mereka benar," jelasnya. "Sedangkan, pluralisme artinya setiap orang menghargai perbedaan. Lalu, hidup bersama dalam kesatuan.”

Pendapat Frans sama persis dengan pendapat Yaqut. Bahwa, toleransi dengan relativisme beda. Kita menganut toleransi beragama.

Sedangkan, komentar Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo kepada wartawan Selasa (14/9) sependapat dengan Pangkostrad Letjen Dudung.

Benny: "Pemimpin Indonesia harus seperti beliau (Letjen Dudung). Bersikap inklusif. tidak eksklusif."

Kalau menyebut ”pemimpin”, bisa berkonotasi politis. Padahal, arah topik bahasan itu bukan politis. Walaupun, ada contoh negara yang selalu perang saudara gegara salah arah terkait agama: Afghanistan.

Soal kondisi Afghanistan, Presiden Jokowi pernah menyebutnya pada pidato 27 Februari 2019. Jokowi saat berkunjung ke Afghanistan selaku presiden bertemu dengan Presiden Afghanistan (saat itu) Ashraf Ghani. Juga, bertemu istri persiden Ashraf, Ibu Negara Rula Ghani.

Dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Jokowi menceritakan itu di acara "Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama", 27 Februari 2019, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat.

Berikut sebagian isi pidato Jokowi tentang Afghanistan:

"Sedikit saya ingin bercerita mengenai pertemuan saya dengan Ibu Rula Ghani. Ini adalah istri dari Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Apa yang beliau ceritakan kepada saya, Presiden Jokowi, empat puluh tahun yang lalu negara kami adalah negara yang aman tenteram."

Dilanjut: "Afghanistan itu negara kaya, memiliki deposit emas sebesar, termasuk terbesar di dunia, memiliki deposit minyak dan gas juga termasuk terbesar di dunia. Empat puluh tahun yang lalu saya menyetir mobil di Kota Kabul atau dari Kabul ke kota-kota yang lainnya itu aman, tenteram, tidak ada masalah."

Lanjut: "Problem dimulai saat dua suku bertikai, berkonflik. Di Afghanistan memiliki tujuh suku. Tujuh suku... Di Indonesia memiliki 714 suku, ini sebagai gambaran betapa sangat besarnya negara kita. Di Afghanistan, karena konflik dua suku itu, yang satu membawa kawan dari luar, yang satu lagi membawa kawan dari luar. Akhirnya perang dan empat puluh tahun tidak selesai, sulit, sangat sulit untuk dipertemukan kembali."

Begitu cerita Jokowi saat itu. Kini Afghanistan sudah berubah lagi.

Mundur lagi, dikutip dari Merdeka.com, yang mengutip berita televisi Al-Arabiya, Jumat, 22 Juni 2012, disebutkan: Hampir semua tentara Afghanistan buta huruf (waktu itu). Juga, tidak bisa berhitung.

Tags :
Kategori :

Terkait