"Pantas-kah, seorang hakim memutus perkara, berkata: Atas nama Tuhan Yang Maha Esa.... padahal mentalnya korup?” kuliah Prof Dr JE Sahetapy, di Kampus Universitas Pattimura, Ambon, 24 Maret 2017.
--------------
Lanjut Sahetapy: "Bukankah, lebih baik hakim berkata: Demi Keadilan berdasarkan Pancasila, sebagai staatsfundamenteel norm (norma dasar negara) karena keadilan bisa dianalisis berdasarkan sila-sila Pancasila.”
Itu kata Sahetapy, saat usia 85. Masih segalak itu. Ia meninggal dunia dalam damai, 21 September 2021. Di usia 89.
Kabar duka ini dipublikasi Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya (almamater Sahetapy). Lewat akun Instagram @fh.unair. Sahetapy wafat, Selasa, 21 September 2021.
"Rest in Peace 6 Juni 1932 - 21 September 2021. Prof.Dr. J.E.Sahetapy, S.H., M.A. (Guru Besar Emiritus Hukum Pidana dan Kriminologi FH UNAIR & Dekan FH UNAIR Periode 1979-1985)," tulis akun tersebut, Selasa (21/9/21).
Yang dikatakan Sahetapy itu, dalam kuliah umum di sana. Dalam rangka dies natalis ke- 54. Atas undangan Rektor Universitas Pattimura, Prof Saptenno.
Materi kuliah Sahetapy: Hukum Pidana Indonesia Suatu Perspektif. Dijelaskan, setelah Indonesia merdeka, diterbitkan Undang-Undang 1946 No. 1 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Inilah undang-undang pertama hukum pidana. Ditetapkan di Jogjakarta (ibukota RI saat itu) 26 Februari 1946.
Undang-undang ini, ternyata memberlakukan kembali Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie. Diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Yang kita pakai sampai sekarang, bernama Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Wetboek van Strafrecht voor Nederlands Indie, dulunya Code Penal (hukum pidana) Prancis, berlaku sejak 8 Maret 1942.
Code Penal isi empat buku. Diadopsi Indonesia jadi tiga buku (algemeene bepalingen, misdrijven en overtredingen) yang dikemudian hari berdasarkan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 (L.N. 1958-127) diberlakukan KUHP ini secara nasional, yang semula berlaku untuk pulau Jawa dan Madura (Pasal XVII).
Tanpa menyebut, Sahetapy seolah mengatakan, bahwa kita belum punya undang-undang hukum pidana, kecuali menjiplak Belanda. Dan Belanda menyontek Prancis.
Menyimak kuliah itu, civitas academica melongo. Para mahasiswa yang tekun kuliah berbiaya mahal itu, ternyata mempelajari karya bangsa Kaukasia. Mereka tercengang. Walau banyak juga yang tenang-tenang saja. Asal lulus.
Sahetapy mengakhiri kuliah, dengan kritik keras, seperti di pembuka tulisan ini.