Memang, bukan Sahetapy namanya, kalau tidak keras. Ia bagai kikir baja. Mengikir tajamnya runcing aneka besi, yang menusuk-tusuk rakyat kecil Indonesia.
18 Februari 2000, Presiden RI, KH Abdurrahman Wahid, melalui Keppres nomor 15 tahun 2000, membentuk Komisi Hukum Nasional (KHN). Fungsi: Memberi masukan obyektif kepada Presiden RI mengenai pelaksanaan hukum di Indonesia.
Ketua pertamanya, Prof Sahetapy (sampai dengan 2014). Setiap tahun KHN menghasilkan beberapa riset, rutin. Hasilnya diserahkan kepada tim terkait di bawah Presiden RI.
Sepanjang 2000-2003 KHN menghasilkan 14 topik rekomendasi. Lalu pada periode 2004-2008 menyampaikan 20 topik rekomendasi. Rutin.
Sampai dengan 2011, KHN sudah menghasilkan 58 dokumen hasil riset tentang hukum. Sudah diserahkan kepada pihak terkait.
Selasa, 21 Februari 2012 diluncurkan tiga buku hasil penelitian tim KHN di Hotel Millenium, Jakarta Pusat. Dua buku bertopik iklim usaha yang kondusif, terkait kepastian hukum. Satu lagi tentang legislasi.
Tentu, ada Prof Sahetapy selaku ketua KHN.
Hadirin orang-orang top. Antara lain, Menko Ekuin (1999-2000) Kwik Kian Gie, Menteri Ekonom, Faisal Basri, pengusaha Sofyan Wanandi, Direktur Eksekutif Indef, Ahmad Erani Yustika. Juga banyak pengusaha lain.
Di acara serius itu, Prof Sahetapy mengatakan sesuatu yang menggelitik hadirin. Bahwa, Sahetapy heran.
Belakangan ini (saat itu) puluhan dokumen hasil riset KHN sudah disetorkan ke pihak-pihak berwenang. Tapi, tidak ada respons dari pihak-pihak yang sudah dikirimi. Tidak ada komentar, apalagi kritik, pun tanpa tanya ini-itu.
Sahetapy: "Saya heran terhadap sikap diam pihak-pihak yang sudah kami kirimi." Mungkin, tepatnya Sahetapy galau. Mengapa para pihak tidak bereaksi.
Hadirin senyum-senyum menyimak keheranan Sahetapy.
Lantas, Sahetapy memperkirakan sendiri, mengapa para pihak bersikap dingin begitu. "Ada tiga kemungkinan," ujar Sahetapy.
1). Dokumen hasil penelitian KHN tidak dibaca sama sekali.
2). Dokumen hasil riset itu dibaca, tapi tidak dipahami, dan malu bertanya.
- Dokumen itu dibaca dan isinya dipahami. Tapi, kemudian dokumen ditumpuk di rak buku, rekomendasi di dalamnya diabaikan. Demi melanggengkan penyimpangan yang sudah terjadi."
Hadirin ketawa ngakak. Padahal, Sahetapy melontarkan kritik tajam. Melalui gaya yang khas ilmuwan.