”Merdeka ataoe Mati” di Mampang, Jakarta

Kamis 07-10-2021,04:00 WIB
Editor : Noor Arief Prasetyo

Ketua Umum Apjatel Muhammad Arif Angga dalam diskusi Keadilan Kabel Jakarta, digelar Institute Demokrasi Ekonomi dan Sosial Politik (Indeks), diunggah di Youtube Indeks LSM, Rabu (25/8), mengatakan, begini:

"Teman-teman di Apjatel mungkin baru 20 persen (yang sepakat menurunkan kabel). Tapi, di meeting-meeting internal kami, kami sudah sepakat di daerah Mampang dan sekitarnya yang SJUT sudah selesai, kita sepakat dan kita imbau seluruh anggota kita untuk pindah dan masuk ke dalam. Tidak ada eyel-eyelan lah untuk itu."

Dilanjut: "Teman-teman mau pindah, tapi kita butuh waktu. Memindahkan jaringan ini tidak serta-merta, memindahkan dari atas ke bawah, kita perlu investasi lagi ke kabel dan sebagainya."

Ia menyatakan, akan minta waktu untuk memindahkan seluruh kabel itu. Paling lama mungkin setahun lagi. Berarti di HUT Ke-77 Kemerdekaan RI. Itu pun masih mungkin.

Sementara itu, kemajuan teknologi informasi di Jakarta sudah tak beda dengan negara-negara maju.

 

KETERLAMBATAN BUDAYA

Dikutip dari HootSuite, dari agensi pemasaran media sosial We Are Social dalam laporan bertajuk "Digital 2021", tercatat jumlah pengguna internet di Indonesia 202,6 juta orang per awal Januari 2021.

Jumlah penduduk Indonesia di periode yang sama adalah 274,9 juta. Artinya, jumlah pengguna internet di Indonesia per awal Januari 2021 adalah 73,7 persen dari populasi.

Sedangkan jumlah pengguna internet di DKI Jakarta di periode yang sama adalah 8.928.485 orang atau sekitar 85 persen dari populasi DKI Jakarta.

Semua yang menyangkut kabel-kabelnya dicantolkan di tiang-tiang itu. Jadi, kemajuan teknologi digital di Jakarta membebani tiang-tiang kuno bentuk peninggalan zaman penjajahan Belanda.

Terjadi keterlambatan budaya di situ. Dalam sosiologi disebut cultural lag. Di satu sisi (teknologi informasi) masyarakat kita maju pesat. Di sisi lain, langit di Jalan Mampang masih seperti 76 tahun lalu.

Cultural lag adalah teori sosiologi yang dicetuskan William Fielding Ogburn (1886–1905) dalam bukunya, Social Change with Respect to Culture and Original Nature, terbitan New York: B. W. Huebsch, 1922. Lebih jadul lagi dibandingkan dengan sejarah kabel Jakarta.

Ogburn dalam teorinya menjelaskan, teknologi adalah mesin utama kemajuan. Untuk itu, dibutuhkan tanggapan sosial terhadapnya. Dengan demikian, teorinya sering dianggap sebagai determinisme teknologi.

Ogburn mengemukakan empat tahap perkembangan masyarakat terkait perubahan sosial: Penemuan, akumulasi, difusi, dan penyesuaian.

Penemuan adalah bentuk-bentuk baru teknologi. Penemuan tidak dapat terjadi kecuali masyarakat telah memperoleh tingkat pengetahuan dan keahlian tertentu di bidang tertentu.

Tags :
Kategori :

Terkait