Bagi Isa, angka 50 persen itu sudah ideal. Ia mengatakan, dengan porsi tersebut, disependik tidak terlalu berat mengevaluasi PTM tiap hari. Dengan begitu, PTM bisa sangat terkontrol dengan baik. ”Yang terpenting itu adalah evaluasi harian. Jangan sampai ada kluster Covid-19 karena PTM,” ujarnya.
Lalu, bagaimana hasil evaluasi PTM untuk SMA-SMK? Isa mengatakan, selama ini proses pembelajaran cukup baik. Tapi, berdasar pantauannya, masih banyak siswa yang berkeliaran sepulang sekolah. Baik itu nongkrong maupun pergi ke mal.
Isa menyarankan agar dispendik bekerja sama dengan satgas Covid-19 kota/kabupaten atau provinsi. Tugasnya, menyisir anak-anak yang tidak pulang. ”Kalau anak SMA-SMK tidak mungkin ya dijemput orang tua. Kalau SMP gitu masih mungkin. Jadi, harus ada kontrol,” ungkapnya.
Sementara itu, Manager Marketing Comunication Sekolah Ciputra Cornelia Nathalie mengatakan agak kesusahan bila PJJ terus dilakukan. Menurutnyi, PTM bisa menyentuh hati para siswa.
Selama ini Sekolah Ciputra memiliki platform yang digunakan untuk PJJ. Bahkan jauh sebelum pandemi masuk ke Indonesia. Meski begitu, dia kurang setuju bila PJJ digunakan setelah pandemi. ”Memang sih kami bisa PJJ. Tapi, kayak kurang dapat feel-nya saja,” katanyi. (Andre Bakhtiar)