Kemenperin Bentuk Pusat Krisis Industri Pengguna HGBT

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief-Disway/Bianca Chairunisa-
JAKARTA, HARIAN DISWAY – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kini secara resmi membentuk Pusat Krisis industri Pengguna HGBT. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengatasi keresakan para pelaku industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT), yang diakibatkan oleh pembatasan pasokan dari produsen.
Dikatakan, pusat krisis dibentuk untuk menjadi sarana penerimaan laporan, keluhan, maupun masukan dari para pelaku industri. Terkait dengan kondisi gangguan pasokan gas yang diterima.
Menurut Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief, langkah ini diambil untuk menghadapi peningkatan jumlah laporan dari pelaku industry dalam negeri. Perihal pembatasan pasokan, penurunan tekanan gas yang diterima, serta beban tingginya harga gas.
"Pusat Krisis ini dibentuk untuk menampung keluhan, memverifikasi kondisi di lapangan, menjadi jalur komunikasi, dan konsultasi cepat antara industri dengan pemerintah. Serta instrumen resmi pemerintah untuk mengawal keberlanjutan industri pengguna gas,” jelasnya kepada media secara daring pada Selasa 19 Agustus 2025.
BACA JUGA:Kemenperin Selesaikan Regulasi Turunan PP Perwilayahan Industri
BACA JUGA:Penuhi Kewajiban Sanksi Kemenperin, Apple Libatkan GVC Untuk Berinvestasi
Lebih lanjut, Febri mengatakan bahwa pusat krisis juga dibangun untuk menghadapi dampak yang ditimbulkan dari penerbitan surat produsen gas pada industri penerima HGBT. Berisikan akan diberlakukannya pembatasan pasokan sampai 48 persen.
Febri mengungkapkan beberapa sektor industri pengguna HGBT sudah mulai menyampaikan laporan kepada direktorat terkait di Kemenperin, sebagai pembina sektornya. Diantaranya laporan adanya pembatasan pasokan gas dan tekanan gas yang tidak stabil.
Situasi ini memaksa sejumlah perusahaan untuk melakukan rekayasa operasional agar produksi tetap berjalan.
"Kami mendengar langsung jeritan pelaku industri. Dalam situasi seperti ini, Kemenperin tidak boleh tinggal diam. Kami harus melindungi investor yang sudah membangun fasilitas produksi dan 130 ribu pekerja yang bekerja pada industri tersebut," tegas Febri.
BACA JUGA:Kasus Impor Gula Tom Lembong Masih Berlanjut, Kini Pejabat Kemenperin dan Kemendag Diperiksa
Di sisi lain, Febri turut mengungkapkan kejanggalan dibalik aksi pembatasan pasokan HGBT yang seharga USD 6,5 per-MMBTU.
"Menurut kami, hal ini janggal. Karena pasokan gas untuk harga normal stabil di atas USD 15 per MMBTU. Tapi kenapa pasokan untuk HGBT dengan harga USD 6,5 per MMBTU dibatasi? Itu artinya tidak ada masalah dalam produksi dan pasokan gas dari industri hulu gas nasional," ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: