I-Nose Terinspirasi dari Anjing

Sabtu 06-11-2021,12:25 WIB
Editor : Doan Widhiandono

Prof Riyanarto Sarno bisa disebut sebagai penakluk komputer. Keahliannya dalam artificial intelligence (AI) membuatnya semakin yakin dengan masa depan komputer. Bahkan selama pandemi, ia mencoba inovasi yang bisa membantu di bidang medis. Seperti alat skrining Covid-19, I-Nose, yang sampai sekarang masih tahap pengembangan.

PROFESOR Riyanarto Sarno menyandarkan punggungnya di kursi teras. Tangan kanannya meraih smartphone yang ada di atas meja terasnya. Ia hendak menunjukkan I-Nose yang sedang dikembangkannya.

I-Nose merupakan singkatan dari ITS-Nose. Nama kampus tempat Riyanarto mengajar dan melakukan penelitian. Barang itu masih kurang populer di masyarakat Indonesia. Maklum, selama ini yang dipakai pemerintah adalah G-Nose. Meskipun alat tersebut sudah ditarik dari peredaran.

I-Nose dan G-Nose punya fungsi screening Covid-19. Namun, I-Nose diklaim lebih canggih. Juga lebih aman. Pemakaiannya cukup mudah. I-Nose cukup diletakkan ke ketiak. Dari situ, I-Nose bakal mendeteksi apakah orang tersebut terpapar Covid-19 atau tidak.

”Kalau pakai G-Nose orang harus melepas masker. Lalu mengembuskan udara. Ini kan riskan penularannya. Nah, kalau pakai bau keringat kan tidak butuh lepas masker,” ujar dekan Fakultas Teknologi Informasi ITS periode 2006-2010 itu.

Alat itu sudah diperlihatkan ke dua menteri. Yakni Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi Nadiem Anwar Markarim. 

Nadiem cukup terpukau dengan penemuan itu. Pendiri perusahaan Gojek itu sempat mendatangi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) pada akhir Oktober lalu. Ia tidak menyangka bau ketiak bisa mendeteksi orang yang terpapar Covid-19.

Sedangkan Menkes Budi melihat lebih awal lagi. Pada Februari. Ketika G-Nose belum ditarik dari peredaran. Tanggapannya positif. Bahkan pada saat itu, tarif I-Nose diperkirakan hanya Rp 10 ribu sekali tes. Jauh lebih murah dari G-Nose.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M. Nuh juga turut mengapresiasi I-Nose. Bahkan mendorong Riyanarto menyelesaikan proyek itu. Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan juga mendukung langkah Riyanarto. Harapannya Indonesia bisa menyumbang alat screening covid-19.

”Untuk uji coba, kami bekerja sama dengan Rumah Sakit Islam (RSI). Kami butuh sampel orang yang positif Covid-19 dan yang tidak,” ungkap Riyan, sapaan akrab Riyanarto Sarno.

Riyan menjelaskan bahwa ide awal pembuatan I-Nose terinspirasi dari seekor anjing. Ia melihat otoritas bandara Dubai mengerahkan anjing untuk mendeteksi Covid-19. Artinya, bau dari setiap orang berbeda karakternya. Seharusnya hal itu berlaku juga untuk pasien Covid-19. 

Dari ide itu, Riyan terpikir melanjutkan menjadi sebuah alat. Sayangnya banyak kendala saat pembuatannya. Ia tidak memiliki referensi perbedaan bau badan yang mengandung Covid-19 atau bau badan orang sehat. 

Hanya ketiak yang menjadi sumber bau yang kuat. Maka ia mencari banyak ’ketiak’ untuk diidentifikasi. Ada 32 sensor yang digunakan untuk mengidentifikasi bau badan. Kemudian I-Nose dipasangkan dengan AI. Guna memilah beraneka ragam bau badan. 

I-Nose sempat tidak akan dilanjutkan. Sebab susah mencari pendanaan untuk penelitian tersebut. Maklum ekonomi global sedang goyang. Proyek penelitian banyak yang terhenti. 

Untungnya Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) mau memberi pendanaan. Hanya Rp 700 juta. Angka itu sangat kecil. Dibandingkan dana yang didapat dari bisnis swab PCR. Riyan butuh lebih banyak dana lagi.

Tags :
Kategori :

Terkait