Selain menyajikan makanan berat, warung itu juga menyajikan makanan ringan hasil buatan para penyandang disabilitas. Di antaranya, churros colok, dimsum syndrome, dan pie susu. Semua kue tersebut dibikin bareng-bareng di Laboratorium Kedaibilitas. Lalu, dibekukan dan diboyong ke Warung Kedaibilitas. Dan dibanderol serba sepuluh ribu.
“Kalau saya sudah bisa bikin sendiri,” kata Yudhi yang sedang menggoreng churros ditemani istri Andi, Dewi Kartika Sari. Tapi, ia mendaku andal bikin pie susu. Lelaki 25 tahun itu pun senang bisa bekerja sebagai pramusaji.
Yudhi termasuk menyandang autis ringan. Ia sempat bergonta-ganti saat SMA. Sebab, nilai rapornya tidak mampu memenuhi standar. Namun, di antara teman lainnya di Laboratorium Kedaibilitas, Yudhi termasuk yang paling cakap.
Ia tak gugup sama sekali menghadapi pelanggan. Padahal, jam terbangnya baru tiga hari. Yudhi menganggap bekerja di Warung Kedaibilitas itu terasa seperti sekolah. “Kalau melayani pelanggan ya biasa saja. Saya anggap bertemu teman baru seperti di sekolah dulu,” katanya.
Namun, lelaki jebolan SMA 4 Muhammadiyah Surabaya itu punya cita-cita. Bukan menjadi wirausaha. Tetapi, malah ingin jadi pegawai negeri sipil. “Karena enak kalau sudah tua ada uang pensiunnya,” tandasnya lalu tertawa. (Mohamad Nur Khotib)