“Saya tidak tahu dibawa ke mana jenazah kiai tersebut. Karena ketika saya dan teman-teman kembali ke kantor gubernuran, saya tidak lagi melihat kiai itu,” kata Kandar, seperti tertulis dalam buku tersebut.
Agus Sunyoto mencatat pula kesaksian Mulyadi, pemuda asal kampung Kedungturi. Kiai yang gugur akibat bidikan sniper Inggris tersebut kemungkinan memiliki ilmu Jawa Kuno. Entah benar atau tidak, menurutnya, kesaktian orang Jawa akan luntur jika berhadapan dengan orang berkulit putih dan bermata kucing (bermata awas, perlambang insting pemburu/ sniper ).
Sehari setelah tertembaknya sang kiai yang tak ditemukan jenazahnya itu, KH M Hasyim Latief, komandan laskar Hisbullah, menjumpai kiai sakti lainnya yang berdiri di atas drum minyak kosong yang dijadikan barikade, di Jalan Kramat Gantung, Surabaya. Pakaian yang dikenakan sama persis dengan kiai yang ditembak di atas gedung gubernuran. Bersorban dan berjubah putih.
Sama dengan yang dilakukan oleh kiai sebelumnya, kiai tersebut terus mengumandangkan takbir dan pekik “Merdeka”. Tanpa memedulikan berondongan peluru dari tentara Inggris. Sang kiai terus berdiri sejak siang hingga sore. Barisan pejuang bergerak maju meski banyak di antara mereka berguguran di medan tempur.
“Kiai Hasyim melihatnya dan menghampiri lokasi tersebut pada malam hari. Ketika pertempuran mereda, kiai itu turun dan berjalan ke Selatan,” ujar Rijal. Ia pun menulis kisah itu dalam bukunya. Namun ketika kiai Hasyim menyapa kiai tersebut, sapaannya sama sekali tak ditanggapi. Malah sosok misterius tersebut tertawa dan bicara sendiri.
“Kiai Hasyim menyangkanya orang gila. Tapi saya kurang sependapat. Beliau pasti wali Allah yang majdzub, atau sudah dalam taraf ’Mabuk cinta-Nya,’,” tambahnya. Sehingga Allah menakdirkannya hadir dalam pertempuran, untuk menjadi komando bayangan bagi milisi pejuang.
Apakah kiai di Jalan Kramat Gantung itu merupakan sosok yang sama dengan kiai misterius di atas kantor gubernuran? “ Wallahu A’lam . Yang pasti palagan pertempuran Surabaya memunculkan sosok-sosok misterius. Namanya tak dikenang, namun jasanya abadi demi kemerdekaan,” pungkasnya. (Guruh Dimas Nugraha)