UPAYA penyisiran terus digencarkan di Wisma Atlet. Sebanyak 119 pasien positif dites usap ulang secara bertahap. Untuk mendeteksi secara dini keterpaparan varian Omicron. Yakni dengan memakai reagen PCR Spike Gene Target Failure (SGTF).
Hasilnya, dari 60 yang dites usap terdapat 10 terkonfirmasi positif. Protein spike mereka ada yang lepas. Itu berarti kemungkinan besar mereka terpapar varian Omicron.
“Sampel 10 orang itu sedang dalam pemeriksaan whole genome sequencing (WGS),” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes Siti Nadia Wiweko, kemarin (17/12).
Kini, total ada 15 kasus suspek Omicron dari Wisma Atlet. Di antaranya, 3 orang asal Tiongkok dan 12 orang lainnya warga negara Indonesia yang pulang dari luar negeri. Sampel mereka diajukan ke Balitbangkes untuk dilakukan WGS. Dari situ akan diketahui secara pasti apakah mereka terpapar Omicron atau tidak.
”Hasil WGS bisa diketahui dalam waktu 5-7 hari,” ujar Nadia. Di Wisma Atlet memang dilakukan tes usap PCR secara rutin. Tidak hanya bagi yang menjalani karantina, tetapi juga para petugas.
Bagi yang positif harus menjalani isolasi. Dan akan dites ulang dengan PCR SGTF. Tes ulang itu bakal terus dilanjutkan. Agar pasien yang terkonfirmasi Omicron bisa segera terdeteksi. Sehingga upaya penelusuran terhadap yang kontak erat bisa dipercepat.
Siswi SD Ciputra Surabaya saat mengikuti vaksinasi anak dosis pertama di Hall Sekolah Ciputra, Rabu (15/12)Di Jawa Timur pun begitu. Satgas Covid-19 juga berupaya memperbanyak sampel untuk diajukan WGS ke ITD Universitas Airlangga. Untuk memetakan varian mutasi apa saja yang masuk di Jatim.
Terutama sampel dari pasien dengan nilai CT rendah. Biasanya, pasien tersebut memiliki gejala sedang sampai berat. Baik yang sedang isolasi mandiri, isolasi di RS darurat, maupun dirawat di RS umum.
Hingga kini, ada 323 sampel yang telah dilakukan WGS terhitung sejak Juli. Ditemukan paling dominan varian Delta sebanyak 129 kasus. Dan 4 kasus varian Alpha dan 6 kasus varian Beta. Sisanya, 184 kasus merupakan varian biasa. ”Delta kita temukan banyak saat gelombang kedua Juli lalu. Alhamdulillah belum ada Omicron,” kata Jubir Satgas Covid-19 Jatim dr Makhyan Jibril.
Namun, sebetulnya nilai CT yang rendah tidak selalu mengindikasikan keterpaparan varian Omicron. Itu terbukti dari pasien yang sudah terpapar. Rata-rata mereka justru tanpa gejala. Tercatat ada 1 kasus kematian dari puluhan ribu kasus positif Omicron di dunia.
”Itu pun sebab kematiannya belum jelas. Karena serangan langsung Omicron atau karena sudah tua,” ungkap Epidemiolog Unair Windhu Purnomo. Belum ada rumusan baku tentang tingkat bahaya varian B.1.1.529 itu. Semuanya masih dalam penelitian lebih lanjut oleh pakar.
Artinya, kata Windhu, dugaan sementara varian Omicron tidak lebih bahaya dari varian Delta. Namun, daya tularnya lebih cepat. Untuk itu semua harus tetap waspada. Pemerintah juga harus segera melakukan upaya penelusuran dan tes kepada orang-orang yang kontak erat dengan pasien.
Jumlah sampel yang di-WGS oleh Satgas Covid-19 Jatim masih kurang. Harus ada peningkatan dalam waktu dekat. Tentu diiringi dengan upaya penelusuran dan tes. Itu satu-satunya cara biar persebaran virus tidak sampai meluas.
Termasuk percepatan vaksinasi juga perlu ditingkatkan. Sebab, bisa jadi ketiadaan gejala pasien Omicron itu karena antibodi yang dimunculkan oleh vaksin. Mengingat capaian vaksinasi sangat rendah saat serangan varian Delta pada gelombang kedua lalu. “Lonjakan kemarin itu terjadi karena prokes kita masih sangat rendah,” jelas Windhu.
Saat ini vaksinasi dosis pertama Jatim mencapai 73,73 persen. Dosis kedua mencapai 53,01 persen. Sedangkan vaksinasi lansia mencapai 58,80 persen. Capaian itu terhitung tinggi. Sebab, sanggup membawa 20 kabupaten/kota di Jatim masuk PPKM level 1.