TOTAL kasus Omicron di Indonesia mencapai 47 pasien. Satu pasien terakhir merupakan warga Medan yang sedang berkunjung ke Jakarta. Lelaki 37 tahun itu beda dengan pasien lain. Ia bukan pelaku perjalanan internasional.
Ia bersama istrinya tiba Jakarta pada 6 Desember. Lalu, tes antigen pada 19 Desember karena hendak pulang ke Medan. Hasilnya positif. ”Si pasien lanjut tes PCR esok harinya. Hasilnya juga positif,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Siti Nadia Wiweko, kemarin (28/12).
Kemudian, dilanjutkan pemeriksaan whole genome sequencing (WGS). Hasilnya keluar pada 26 Desember. Si suami positif Omicron sedangkan istrinya masih belum diketahui pasti terpapar varian Omicron atau tidak.
”Hasil sampel istrinya masih diperiksa lebih lanjut,” ujarnyi. Kini istrinya juga diisolasi ke RSPI Sulianti Saroso, Jakarta Utara, bersama tiga pasien Omicron lainnya. Dari hasil itu, satgas mendata titik-titik lokasi yang pernah disinggahi mereka untuk dilakukan penelusuran. Di antaranya, salah satu restoran di SCBD dan Apartemen Green Bay Pluit.
Nadia menyatakan, seluruh pasien Omicron hingga saat ini tidak ada yang bergejala serius. Bahkan hampir semuanya tanpa gejala. Hanya 2-3 pasien yang bergejala ringan. Seperti flu dan batuk biasa.
Namun, tim dari Kemenkes bakal meneliti lebih dalam terhadap pasien transmisi lokal tersebut. Pola-pola gejala klinis pada pasien tersebut bakal dipelajari lebih lanjut. “Tentu karena fasilitas RS lebih baik dari tempat isolasi,” katanyi.
Epidemiolog Windhu Purnomo menyatakan bahwa transmisi lokal terjadi bahkan sejak kali pertama kasus Omicron terdeteksi pada 8 Desember lalu. Ada beberapa alasan kuat. Pertama, pasien Omicron pertama itu tertular oleh orang lain yang belum teridentifikasi.
Kemudian penelusuran terhadap orang-orang yang kontak erat dengan pasien pertama itu tidak maksimal. Setidaknya orang-orang yang berada di lokasi yang disinggahi pasien sejak 14 hari sebelum dinyatakan positif. Yakni tepat sejak 24 November.
Kemungkinan juga orang yang dipulangkan dari Wisma Atlet setelah menjalani karantina dalam rentang waktu 14 hari tersebut. Lalu menulari orang-orang di luar. ”Karena bisa saja virusnya dalam masa on site,” ujar Windhu.
Mestinya sejak saat itu Wisma Atlet harus melaporkan semua orang yang menjalani karantina dan isolasi per 24 November. Data dikirim ke Satgas di setiap wilayah. Sehingga penelusuran bisa disegerakan.
Namun, Windhu meminta masyarakat tidak panik. Sebab, Omicron tidak jauh beda dengan varian yang lama. Tingkat bahayanya pun relatif rendah. Belum ada gejala serius yang dialami oleh pasien. Berbeda dengan serangan varian Delta beberapa waktu lalu.
”Karena masyarakat sekarang sudah banyak yang divaksin,” jelasnya. Untuk itu, pemerintah harus menentukan langkah antisipasi. Yakni segera menyuntikkan vaksin dosis ketiga. Selain juga memasifkan upaya 3T dan pemeriksaan WGS.
Sementara itu, momen libur natal dan tahun baru memberi dampak signifikan bagi Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng. Volume pelaku perjalanan internasional ke Indonesia naik. Mencapai 3.000-4.000 penumpang tiap hari. Baik para pekerja migran, wisatawan, maupun yang urusan lain.
Tempat karantina seperti RSDC Wisma Atlet pun dikhawatirkan penuh. Sebab, masa karantina diperpanjang menjadi 10-14 hari sesuai dengan negara asal kedatangan. Maka Bandara Juanda Surabaya dipersiapkan kembali. Rencananya, bakal dibuka untuk para pelaku perjalanan internasional pada 2 Januari nanti.
Para pekerja migran memang cukup mendominasi. Sehingga kebijakan membuka Bandara Juanda dinilai tepat. Mengingat jumlah pekerja migran asal Jawa Timur juga tinggi. Sekitar 30 persen dari total pekerja migran Indonesia.