SEPANJANG 2021, angka kejadian (prevalensi) stunting di Jawa Timur masih tinggi. Yakni, mencapai 25,5 persen. Menempati urutan ke-5 tertinggi dari 7 provinsi lainnya. Angka itu sedikit lebih rendah dari nasional yang mencapai 24,4 persen.
Ada lima kabupaten/kota yang angka stunting-nya cukup tinggi. Yaitu, Kabupaten Bangkalan 38,9 persen, Kabupaten Pamekasan 38,7 persen, Kabupaten Bondowoso 37 persen, Kabupaten Lumajang 30,1 persen, Kabupaten Sumenep 29 persen, dan Kota Surabaya 27,4 persen.
”Tapi, masih ada 20 provinsi yang angkanya di atas rata-rata nasional,” kata Ketua PP Asosiasi Nutrisionis Indonesia (AsNI) Andriyanto saat dihubungi kemarin (25/1).
Sementara itu, angka kurus pada balita di Jatim mencapai 6,4 persen. Dari data tersebut, sangat diperlukan analisis lebih lanjut. Agar diketahui faktor determinan yang berhubungan dengan perbaikan status gizi.
Menurutnya, stunting merupakan tragedi yang tersembunyi. Dampak dari kekurangan gizi kronis pada 1.000 hari pertama kehidupan anak-anak. Karena itu, pertumbuhan dan perkembangan menjadi terhambat.
Bahkan, anak akan mengalami irreversible atau kondisi yang tak bisa diubah. Risikonya sangat buruk: menurunnya tingkat kemampuan anak dalam mempelajari atau mendapatkan banyak hal seperti anak-anak normal.
”Terjadi kegagalan pertumbuhan dalam jangka waktu lama,” terangnya. Juga, penurunan kapasitas fisik dan psikis, pertumbuhan fisik, dan pencapaian di bidang pendidikan rendah. Prestasi mereka pun cenderung merosot.
Anak-anak stunting menghadapi kemungkinan yang lebih besar terhadap penyakit tidak menular. Misalnya, kanker, jantung, diabetes melitus, dan gagal ginjal.
Penyebab utama kompleksitas masalah gizi itu bukan hanya satu dua faktor. Bukan hanya karena daya beli dan kebiasaan konsumsi. Tetapi, juga banyak faktor lainnya, baik mikro maupun makro. Mulai kemiskinan, ketidaktahuan, sosial-budaya, gaya hidup, higgaa politik. ”Masalah stunting ini sangat multidimensi,” jelas Andriyanto.
Bahkan, stunting juga meningkatkan risiko obesitas. Sebab, orang bertubuh pendek cenderung punya berat badan yang rendah. Kenaikan berat badan sedikit saja bisa menjadikan indeks masa tubuh orang itu naik melebihi batas normal. Jika keadaan tersebut berlangsung, risiko penyakit degeneratif akan meningkat.
Sementara itu, Pemkot Surabaya juga menggelar kampanye ”Surabaya Bebas Stunting” kemarin. TP PKK Surabaya akan mengadakan lomba dengan tema Bersama Wujudkan Surabaya Emas (Eliminasi Masalah Stunting). Mulai 26 Januari hingga 24 Februari 2022 dan diikuti seluruh kader kelurahan se-Kota Surabaya.
Setiap kelurahan akan diwakili dua anak kurang gizi dengan usia 6–12 bulan. Perkembangan anak-anak itu akan dipantau. ”Sebulan diberi perhatian khusus. Juga, diberikan bahan mentah dari DKPP yang dapat diolah secara menarik,” ujar Rini Cahyadi, ketua Tim Penggerak PKK Surabaya. (Mohamad Nur Khotib/Gregorius Brahmanda)