Vaksin Merah Putih Dapat Sertifikat Halal

Jumat 04-02-2022,04:00 WIB
Editor : Redaksi DBL Indonesia

PERJALANAN vaksin Merah Putih (VMP) untuk masuk uji klinis fase 1 begitu panjang. Nyaris memakan waktu 1 tahun. Selain harus disetujui Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), juga harus mendapat sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

”Kemarin sudah rapat akhir di MUI,” kata Tim Peneliti Utama VMP dr Dominicus Husada, kemarin (3/2). Hasilnya dinyatakan halal. Tinggal menunggu lembar sertifikat asli saja. Sebab, sertifikat halal merupakan satu unsur yang terpenting. Agar proses pembuatannya bisa berlanjut hingga uji klinis fase terakhir.

Secara umum, semua jenis vaksin baru harus memenuhi beberapa syarat untuk sampai pada fase 1. Vaksin tersebut dibuat melalui proses penelitian, tersedia pabrik vaksin, protokol uji klinik yang memuat rencana penting. Yang terakhir, tentu saja, harus disetujui Badan POM.

Pandemi Covid-19 memang membuat para ilmuwan dan peneliti tak tinggal diam. Untuk masuk fase 1, peneliti VMP butuh 12-18 bulan. Dengan memakai metode inactive virus.

Bahan VMP murni diambilkan dari komponen virus yang sudah dimatikan. Dipilih hanya 3 varian saja. Kemudian semua komponen virus itu diseleksi. Yakni dengan mengisolasinya selama 8 bulan. Dan terpilih satu calon bibit vaksin. Dengan dua jenis kadar yaitu 3 dan 5 mikrogram.

”Juga dilengkapi beberapa bahan tambahan sesuai standar,” ungkap Dominicus. Pada uji pra-klinis, hasilnya pun memuaskan. Disuntikkan pada primata dan tikus. Efikasinya juga sangat bagus. Dari 50 ekor hewan, hanya 1-2 ekor yang tubuhnya mengalami kerusakan.

Fase 1 digelar pada 8 Februari nanti. Melibatkan sebanyak 90 partisipan yang rata-rata belum divaksin sama sekali. Fokus utamanya adalah aspek keamanan. Dipastikan agar tidak menambah bahaya pada keselamatan para partisipan. Itu yang akan dievaluasi. ”Lama keseluruhan 12 bulan, dilakukan secara berkala,” terangnya.

Apabila pada fase 1 tidak muncul kekebalan otomatis akan gagal lanjut fase 2. Sedangkan, partisipan fase 2 pun agak lebih beda. Partisipan minimal harus sudah divaksin dosis kedua. Rencananya digelar pada April nanti dengan melibatkan 450 partisipan.

Jumlah partisipan fase 3 pun lebih banyak lagi. Melibatkan ribuan partisipan dengan jangka waktu evaluasi selama satu tahun. Aspek keamanan dan manfaat tetap menjadi prioritas. ”Kalau fase 3 sedang dalam pembahasan protokol dengan Badan POM,” katanya.

Ketua Tim Peneliti VMP dr Gatot Sugiharto menjelaskan uji klinik diperlukan untuk membuktikan keamanan dan khasiat vaksin. Ia juga memastikan bahwa bahan VMP tidak mengandung obat-obatan kimia apapun. Sehingga tidak akan berdampak alergi bagi siapapun.

”Seluruh syarat sudah dipenuhi oleh VMP,” jelasnya. Memang prosesnya cukup panjang. Namun itu terhitung sebentar jika dibandingkan pembuatan vaksin-vaksin lain. Misalnya, vaksin polio butuh waktu 60 tahun dan vaksin ebola 15 tahun.

Sebetulnya, VMP telah masuk konsorsium nasional. Ada 3 vaksin buatan dalam negeri yang sedang dikembangkan di sana. Dari beberapa kampus ternama dan lembaga penelitian. Dan VMP lah yang prosesnya paling cepat.

”Tapi, bukan dipercepat. Karena ada ribuan tes yang dilakukan sejak awal,” kata Gatot. Sebab harus dipastikan kualitasnya. Bahkan sudah dilanjutkan dengan izin ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Seluruh vaksin bertujuan untuk membentuk kekebalan artifisial. Mengenalkan virus pada tubuh. Artinya kekebalan (titer antibodi) bisa didapat tanpa melalui rasa sakit. ”Nah VMP mengikuti skema yang sama. Bisa disuntik 2 sampai 3 kali agar dapat kekebalan yang cukup,” katanya.

Pada hasil fase 1 ini juga akan dievaluasi beberapa hal. Di antaranya, titer antibodi yang muncul sesuai jenis kelamin. Sebab, pada vaksin lain, titer antibodi pada wanita lebih tinggi ketimbang lelaki. Termasuk pada partisipan yang punya komorbid terkendali. Apakah VMP bakal memberikan hasil yang berbeda.

Tags :
Kategori :

Terkait