AKHIRNYA, suntikan pertama vaksin Merah Putih (VMP) diberikan. Uji klinis fase 1 itu berlangsung 9 jam. Diikuti oleh 28 partisipan yang datang ke RSUD dr Soetomo sejak pukul 07.00 pagi, kemarin (8/2).
Seluruh partisipan masuk kategori naif. Sama sekali belum pernah divaksin Covid-19. Mereka punya alasan masing-masing. Namun, mayoritas termotivasi karena VMP buatan dalam negeri.
“Saya rela nunggu. Dari pertama memang gak mau divaksin,” ujar lelaki berinisial K itu. Usianya pun sudah termasuk lansia. Harusnya sudah mendapat booster . Tetapi, ia rela menunggu VMP. Merasa lebih aman memakai produk dalam negeri.
Sebab, proses skrining dilakukan lebih ketat. Tak hanya mengukur tensi darah seperti vaksinasi pada umumnya. Tetapi lebih lengkap. Mulai dari cek darah, rontgen, rekam jantung, swab PCR, hingga cek urine. “Jadi kan aman karena tesnya menyeluruh,” ungkap alumni S2 Manajemen Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto itu.
Begitu juga dengan pria berinisial Z. Ia jauh-jauh datang dari Semarang. Demi kesempatan menjadi partisipan. Ia pun tak datang sendiri. Tapi juga membawa kedua orang tua dan satu adik perempuannya. “Saat vaksin Nusantara tahun kemarin gak kebagian. Jadi ikut yang ini,” terangnya.
Proses uji klinis fase 1 memang panjang. Ada beberapa tahapan sebelum disuntik. Para partisipan harus menandatangani lembar persetujuan lebih dulu. Lalu masuk ke ruang pemeriksaan.
Di sana, mereka akan dicecar pertanyaan medis. Seputar riwayat penyakit yang pernah diderita. Kemudian baru diukur tensi darah dan ditimbang berat badannya.
Setelah itu, satu per satu bergiliran masuk ruang radiologi. Untuk di- rontgen dan rekam jantung. Terakhir baru di- swab PCR dan diambil darahnya. Namun tak sebanyak donor darah. Hanya sekitar 17 mililiter terbagi ke 7 tabung kecil.
Proses skrining itu berlangsung 3 jam hingga pukul 10.00. Para partisipan dikumpulkan di aula RSUD dr Soetomo. Diberi waktu istirahat sambil mendapat penjelasan dari tim peneliti utama VMP.
“Karena fase 1 ini memang untuk membuktikan keamanan VMP,” kata Koordinator Tim Peneliti VMP dr Gatot Sugiharto saat menyampaikan materi kepada para partisipan. Selain itu, skrining juga dibutuhkan untuk menyeleksi para partisipan.
Tim peneliti harus tahu siapa yang layak divaksin dan tidak. Indikatornya berdasarkan komorbid dari masing-masing partisipan. Apakah bisa dikendalikan atau tidak. “Kalau komorbidnya tak terkendali tidak bisa jadi partisipan. Karena nanti titer antibodi yang muncul terlalu rendah,” ungkapnya.
Hasil skrining keluar cukup lama, sekitar 4,5 jam. Ada sebanyak 23 partisipan yang lolos. Mereka dipersilakan menuju ke ruang poli VMP lagi untuk vaksinasi. Sedangkan, 5 partisipan yang tidak lolos skrining langsung pulang. “Bagi yang tidak lolos sekarang, bisa ikut fase kedua sekitar Maret nanti. Asal komorbidnya diperbaiki,” ujar Gatot. (Mohamad Nur Khotib)