Spanduk biru itu sudah tiga hari terpampang di sudut Jalan RT 1 RW 1 Desa Sedenganmijen, Krian, Sidoarjo. Tulisannya bernada perlawanan: Karena harga kedelai naik pengrajin tempe dan tahu se-Jawa Timur mogok produksi dan dagang.
Puluhan perajin tempe itu kompak tidak jualan sejak 21 Februari. Mereka tak kuat membeli harga kedelai impor yang biasanya dibanderol Rp 9.500. Harganya tak kunjung turun sejak tahun lalu. Bahkan harganya mencapai Rp 14.500. Harga kedelai Sidoarjo memang paling tinggi se-Jatim. Disusul Ngajuk sebesar Rp 14 ribu. (lihat grafis).
TEMPE dan tahu produksi perajin di sentra tempe Krian, Sidoarjo, ditunjukkan kepada Ramhat Muhajirin. (Foto: Boy Slamet-Harian Disway)Ketua Paguyuban Pedagang Tempe (PPT) Krian Mukhromin bahkan menyebar anggotanya ke pasar tradisional. Puluhan pedagang dan produsen yang tidak kompak di-sweeping. Semua harus satu komando agar pemerintah mau turun tangan menurunkan harga kedelai di Sidoarjo. “Semua harus kompak biar ada perubahan,” ujarnya.
Karena itulah sejak Senin tahu dan tempe di Sidoarjo jadi barang langka. Hampir sama langkanya dengan minyak goreng.
Produsen sudah berbulan-bulan bertahan. Saat harga kedelai meroket, mereka terpaksa menaikkan harga jual tempe di pasaran dari Rp 2 ribu menjadi Rp 3 ribu. Sedangkan tahu dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.500.
Ternyata kenaikan itu dikeluhkan pembeli. Sehingga, retur tempe dari pasar menumpuk. Pedagang pakai cara lain: memperkecil ukuran tempe. Ukurannya sekotak rokok. Harganya tetap Rp 2 ribu.
Anggota Komisi II DPR RI Rahmat Muhajirin mendatangi sentra tempe Krian Kemarin. Warga memintanya datang. Setelah mendengar keluhan mereka, ia langsung menuju ke agen kedelai di kampung itu. Muhajirin menyumbang Rp 10 juta agar pedagang dapat potongan. “Ini 9 ton kami subsidi. Dibagi rata ke semua. Wis, ora mogok maneh yo? (Sudah tidak mogok lagi ya?),” ujar Muhajirin disambut tepuk tangan pedagang.
PERAJIN tempe di kawasan Tenggilis, Surabaya, menyiapkan dagangannya. (Foto; Julian Romadhon-Harian Disway)Ia sudah meminta Kementerian Perdagangan untuk mencari solusi. Jika kedelai impor tidak bisa diandalkan, maka pemerintah harus mendorong produksi kedelai dalam negeri. “Petani kedelai perlu penyediaan lahan terpadu biar produksi kita tidak tergantung impor,” katanya.
Setelah mendapat subsidi, warga berjanji memulai produksi hari ini (24/2). Dengan begitu tempe dan tahu di Sidoarjo tidak langka lagi.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Indonesia masih sangat tergantung pada kedelai impor. Masalahnya negara produsen kedelai seperti Brazil dan Argentina gagal panen. Pasar kedelai pun dikuasai Amerika Serikat. Jatah kedelai AS yang biasanya dikirim ke Indonesia terserap oleh Tiongkok yang butuh banyak kedelai untuk pakan peternakan babi.
Khofifah mengatakan, bea masuk kedelai impor ke Indonesia sudah nol. Namun, kebijakan itu tetap tidak menyelesaikan masalah. Khofifah berharap pemerintah menggelontorkan anggaran subsidi seperti minyak goreng agar harga kedelai bisa cepat pulih. “ini solusi jangka pendeknya,” ujarnya.
Solusi jangka menengah adalah memulai program swasembada kedelai. Selama ini kedelai hanya ditanam di sela musim tanam padi. “Kan sekarang sedang dibangun food estate di Kalimantan Tengah yang luasnya 1 juta hektare. Kalau 100 hektare nya khusus kedelai, pasti sangat membantu,” kata mantan Menteri Sosial itu.
Khofifah juga mendorong sentra kedelai di Jatim. Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jatim Hadi Sulistyo menyiapkan 98 ribu hektare tanah. Tersebar di Bojonegoro, Jember, Kediri, Blitar, Trenggalek, Lamongan, dan Nganjuk. “Yang dari kementerian pertanian sudah jalan 11 ribu hektare. Petani juga dapat bantuan benih, pupuk hayati, juga pupuk subsidi NPK,” ujarnya.
Sebanyak 87 ribu hektare yang belum digarap akan dibiayai dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Diharapkan petani mau beralih menanam kedelai ketimbang komoditas lain. Sebab makanan pokok Indonesia adalah tahu dan tempe.
Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, pada 2022 ini kebutuhan konsumsi kedelai masyarakat tercatat mencapai 267 ribu ton. Sedangkan produksi kedelai lokal dari sejumlah sentra kedelai itu hanya mencapai 70 ribu ton.